ANTROPOLOGI RAMADHAN DALAM TRADISI MASYARAKAT SASAK:KEARIFAN SOSIAL YANG HAMPIR “TERLUPAKAN”
**************************
Oleh:
Prof. Dr. TGH. Fahrurrozi Dahlan. QH., MA (Sekjend PB NW – GB FDIK UIN Mataram)

nwonline.or.id – Mungkin perlu kita ungkap kepermukaan istilah yang living (yang berkembang-yang hidup) yang terjadi dalam kehidupan beragama kita di Warga Sasak NTB ini.

Kenapa penting, mungkin hanya sekedar mengingat kearifan lokal keagamaan masyarakat yang mungkin kata teman-teman Salafi sebagai hal yang Bid’ah karena tak dikenal istilah lokal ini dalam tradisi Nabi. Tapi tak apalah, yang penting bidah itu ada yang baik dan benar juga kata Imam Syafii yang jauh lebih alim dan lebih luas ilmunya dari yang hanya ngikut-ngikut tak jelas kualitas keilmuannya yang kadang dia klaim diri lebih alimul allamah dibanding Imam Syafii yang bertemu langsung dengan sumber hukum islam yang otentik dari generasi tabiittabiin. Imam Malik yang berjumpa dengan Imam Hanafi dan imam Hanafi berjumpa dengan generasi Tabiiin.

Okelah tak perlu diperdebatkan dan diperpanjang semua punga argumentasi dan referensi. Yang utama adalah saling melengkapi dan saling mengedepankan etika ilmiah dan etika keharmonisan.

Saya Fahrurrozi Dahlan yang lahir dan besar di Gumi Sasak sejak kecil berinteraksi dengan kultur Sasak yang bisa jadi peristiwa peristiwa yang terjadi di lingkungan kita ada kesamaan bahasa atau istilah atau juga banyak perbedaan istilah atau terminologi bahkan dialeg tutur n bahasa Sasak yang digunakan. Mungkin tutur bahasa ngeno-ngene. Geto-gete, meriku-meriya-sak iton sak iten. Marak Menu-marak mene adalah sisi khazanah bahasa di kontek Kesasakan.

Saya al-Faqir menganut dialek tengah netral menu mene. sak nuu sak nee… Dialeg A -A Bukan dialeg E-E.. dan seterusnya… bab ini saya kurang faham… Namun ayyo kita lihat satu persatu antropologi kesasakan terkait agenda ke-Ramadhan-an kita:

Ada beberapa istilah yang populer di tengah-tengah masyarakat Sasak di setiap bulan Ramadhan. Mungkin perlu diungkap dan dianalisa termenologi “antropologis” Ramadhan ala Masyarakat Sasak yang bisa diarifi dan dapat dijadikan sebagai Local Wisdom yang hidup di tengah arus globalisasi, teknologi informasi kemudian nantinya bisa dilanjutkan oleh generasi milenial.
Istilah-istilah yang berkembang di tengah masyarakat saat di bulan ramadhan antara lain:

ROAH KEBIAN:
tradisi Masyarakat Sasak dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan passnya sore hari tanggal 29 atau 30 Sya’ban masyarakat berkumpul di masjid sambil membawa dulang tembolak merah yang akan disantap bersama sebelum datang maghrib tanggal 1 Ramadhan.
Roah adalah bermakna Sadaqah -اطعام الطعام saling memberi makanan yang dibawa oleh ibu ibu ke masjid yang nantinya diawali dengan zikir, syafaah, istiqotsah bersama. Inilah kearifan hidup bersama dalam keharmonisan. Tak perlu diperdebatkan apakah bidah atau tidak yang utama adalah kebersamaan dalam keberagamaan yang baik.

PUASE
Puase atau puasa adalah keyakinan normatif masyarakat Sasak yang tidak bisa ditawar-tawar yang secara senang hati sukacita menyambut kedatangan bulan puase.

BEBUKE
Bebuke atau berbuka adalah rangkaian dalam ibadah puasa yang dilaksanakan setelah azan maghrib dalam bentuk makan dan minum.

SEMBAYANG TERAWEH

Sembayang Teraweh atau shalat Taraweh merupakan ibadah sunnah yang dilaksakan di masjid, mushalla secara berjamaah oleh komunitas muslim dengan cara yang bervariatif masing-masing dusun dan desa.
Teraweh masyarakat Sasak kebanyakan 20 Rakaat plus tiga rakaat witir.

Namun juga ada jamaah kita yang taraweh 8 Rakaat dan tiga witir sekali salam. Biasanya itu terjadi di kalangan masyarakat dan berjalan secara harmonis.

BALIK AYAT:
Rangkaian shalat taraweh yang dilakukan pada Malam ke-16 sampai malam ke 29- 30 Ramadhan dengan membalik bacaan ayat Alhakumuttakatsur diganti dengan surat Inna anzalna di awal dan rekaat ke dua dibaca alhakumuttakatsur…

Terjadinya ini sebagai penanda bahwa Ramadhan sudah masuk pertengahan guna masyarakat tambah giat meraih keberkahan Ramadhan lebih-lebih meraih lailatul Qadar.

NAQOB-NAKAB
NAQAB-NAQOB adalah ungkapan pembuka saat baca al-quran setelah selesai shalat taraweh dengan lafas TAQABBALALLAHU MINNA WA MINKUM yang kemudian populer dengan istilah Naqab.

Biasa selesai shalat taraweh secara bergiliran membaca al-Quran sampai makan sahur.

BEDERUS-TADARRUS.
Baderus atau tadarrus adalah tradisi membaca al-quran secara bergiliran saling sima’ mendengar bacaan yang dibaca saling bergantian membaca sampai larut malam bahkan sampai makan sahur sekaligus para pembaca al-quran sampai sahur bertugas membangunkan masyarakat untuk makan sahur.

IMSAK-

Imsak dalam masyarakat sasak itu kalau sudah mendengar shalawat yang mereka sebut dengan Terahim… Wah terahim artinya sudah baca shalawat:
الصلاة والسلام عليك يا امام المجاهدين…..
Kalau sudah terdengar di masjid atau di musalla serentak masyarakat menyetop makan minum karena sudah imsak Wah Imsak.

NGAJI NUZUL:
Biasa masyarakat melaksanakan agenda PHBI yang dirangkaikan dengan pengajian nuzulul quran yang dihadiri oleh Tuan Guru atau ustaz yang akan menguraikan hikmah nuzulul quran. Acara nuzul juga biasa diawali dengan kegiatan lomba di kalangan remaja dan pemuda masjid.
Khazanah kebersamaan ummat yang harus terus dirajut dan dilestarikan.

NAMATANG:
KHATAMAN AL-QURAN.
setelah selesai membaca al-Quran sampai 30 juz. Biasanya masyarakat melakukan agenda khataman al-Quran. Biasanya masyarakat memulainya dari surat addhuha sampai Annas kemudian dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah dan diakhiri dengan membaca lima ayat surat al-Baqarah alif lam miim sampai ulaika ala hudammin rabbihim wa ulaaika humul muflihun. Indah sekali cara keberislaman kita seperti ini..

Mungkin ini sangat disenangi oleh Rasulullah karena masyarakat termotivasi untuk mengkhatamkan al-Quran lebih lebih di bulan Ramadhan.

I’TIKAP-I’TIKOP

I’tikaf adalah berdiam di masjid dengan niat ibadah karena Allah. Tradisi masyarakat Sasak sering menyebutnya dengan iktikap atau kadang menyebutnya i’tikop. Iktikaf merupakan Kegiatan berdiam diri masyarakat Sasak di Malam Ramadhan.

NGANDANG-BEDULANG

Ngandang: merupakan tradisi masyarakat makan bersama dengan saling berhadapan (saling andang) dalam satu wadah yang disebut dengan Dulang. Di Dulang inilah bervariasi makanan: nasi-jajan dan sejenisnya yang disuguhkan dan diantarkan ke masjid oleh masyarakat secara bergiliran setiap gubuk.

NYAUR-SAUR-SAUR

Nyaur atau makan sahur merupakan amaliah ramadhan masyarakat Sasak yang tradisi Nyaurnya dimulai dari Jam 3 pagi. Sebab kalau makan malam sebelum jam 3 pagi atau kitaran jam 12- sampai jam dua pagi biasa masyarakat sebut dengan NGERAMPAK. makan malam tambahan.

MITRAH: MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH
Mitrah adalah ungkapan kesetiakaan dan ke-filantropian masyarakat Sasak dalam upaya melaksanakan sebuah kewajiban individual baik miskin dan kaya yang penting mereka bernyawa hidup antara dua bulan. Bulan Ramadhan dan Tanggal satu syawwal sebelum imam takbir saat iedul fitri untuk mengeluarkan Zakat Fitrah yang dikeluarkan oleh semua masyarakat ke orang yang berhak menerimanya. Baik ke panitia masjid atau masyarakat sekitar kampung itu. atau dalam sebutan lain dengan BEZEKAT.
masyarakat bezekat artinya masyarakat mengeluarkan zakat mal maupun zakat fitrah. Kalau Mitrah berarti hanya mengeluarkan zakat fitrah. Kalau bezekat bisa jadi Mitrah atau keluarkan zakat infak sadaqah.

RIRAYE-LEBARAN
Riraye atau Hari raya yang juga disebut lebaran oleh masyarakat Sasak pada tanggal 1 Syawwal.

BEDUQ-BEBEDUQ

Memukul beduq adalah tradisi masyarakat Sasak di setiap selesai taraweh dan tadarrus. Beduk juga menjadi pemberitahuan akan selesai taraweh atau sudah masuk waktu shalat juga sudah masuk waktu berbuka dan makan sahur.
Maka memukul beduq dengan varian intonasi dan cara memukulnya menandakan khazanah masyarakat yang telah disepakati secara turun temurun.

BESALAMAN
Salam-salaman atau Musafahah adalah bagian dari cara halal bi halal masyarakat sasak seusai shalat Ri Raye iedul fithri yang saling berbaur tua muda dalam satu ikatan kebersamaan dan kekeluargaan.

Mungkin demikian Antropologi Ramadhan ala masyarakat Sasak yang tidak menutup kemungkinan ada yang belum disebutkan di sini. Semoga kita inget masa masa kecil kita dulu saat tradisi tradisi tersebut selalu menghiasi lembaran-lembaran Ramadhan yang kita jalani semenjak dulu. Salam takziem dari Abu Elroziqina. Edisi Malam Ke-18 Ramadhan 1441H. Semoga bermanfaat.