BUAH TANGAN HULTAH PONDOK PESANTERN DARUL ABROR NW KE-22: MEMOAR TUAN GURU HAJI LALU ANAS HASYRI DALAM BERDAKWAH MENJARING KADER DAN MELAHIRKAN
DUTA NW DI NUSANTARA

Oleh,
Dr. Lalul Muhammad Nurul Wathoni, M.Pd.I.
(Dosen FTK UIN Mataram, Alumni Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak)

A. TAPAKTILAS SANG TUAN GURU
Haji Lalu Syamsudin Rifa’i menikah dengan dengan Hajah Raudah melahirkan 6 orang anak yaitu Lalu Hasbullah, Baiq Rohani, Lalu Anas, Baiq Mutiari, Baiq Mustikeni dan Baiq Nurhidayati. Kemudian Haji Lalu Syamsudin Rifa’i menikah lagi dengan Banun melihirkan 4 orang anak yakni Baiq Maimunah, Lalu Hanafi, Lalu Muhammad Hilmi dan Lalu Humaidi.

Haji Lalu Syamsudin Rifa’i diawal pernikahan tergolong orang yang tidak berharta, namun dikerenakan beliau sosok yang bertanggungjawab dan pekerja keras untuk menghidupi keluarga akhirnya dianugrahi rizki yang serba berkecukupan. Dari hanya seorang pemikul gabah (padi) dan beras, kemudian menjadi pengepul gabah, terus berkembang jadi pengusaha gabah, dari hasil usaha gabah dikumpukan untuk dipakai beli sawah, kemudian bertani dan terus berkembang hingga hasil usahanya dapat diwarisi ke anak-anaknya.

Berkah kerja keras tersebut Haji Lalu Syamsudin Rifa’i dapat menyekolahkan anak-anaknya termasuk Lalu Anas. Haji Lalu Syamsudin Rifa’i selain giat dalam bekerja juga giat dalam menuntut ilmu terutama ilmu agama, sehingga beliau sangat dekat dengan beberapa tuan guru pada masanya, salah satunya dengan TGH. Fadil Rensing seorang tuan guru kampung yang karismatik. Haji Lalu Syamsuddin dengan TGH. Fadil memiliki kedekatan emosional yang kuat karena Haji Lalu Syamsudin Rifa’i senantiasa selalu menemani TGH. Fadil dimana saja mengisi pengajian. Bahkan kedekatan tersebut tidak sebatas personal saja namun menjadi kedekatan keluarga yang erat. Sampai-sampai untuk kelangsungan dakwah TGH. Fadil, Haji Lalu Syamsudin Rifa’i yang mempersiapkan pengganti dari cucunya TGH. Fadil yaitu Yusuf Makmun. Sehingga Haji Lalu Syamsuddin yang bertanggungjawab untuk biaya sekolah Yusuf Makmun ke Shaolatiyah Makkah agar menjadi tuan guru yang dapat mewarisi kakeknya. Saat di Makkah Yusuf Makmun membersamai Lalu Anas untuk belajar di Madrasah Shaolatiyah sehingga Haji Lalu Syamsudin Rifa’i mempersaudarakan keduanya. Kini dua saudara tersebut dikenal memiliki karismatik ketuan guruan dan sangat popular di warga NW dengan sebutan TGH. Yusuf Makmun dan TGH. Lalu Anas Hasyri, tentu mereka mendapatkannya dampak dari buah dan turunan dari orang tua mereka yang alim serta kecintaan dan ketaatan orang tua mereka pada ulama pada masanya terutama sami’na wa atho’na kepada Maulanasyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Lalu Anas dilahirkan di Montong Berung Desa Montong Beter Kec. Sakra Barat Lombok Timur, pada tanggal 31 Desember 1954. Pemberian nama Lalu Anas berlatar ketika Hajah Saudah mengandung Lalu Anas, beliau pernah mendengarkan pengajian dari seorang tuan guru. Tuan guru tersebut dalam ceramahnya menceritakan kisah sahabat nabi yang bernama Anas bin Malik, Hajah Saudah pun tertarik pada nama tersebut sehingga dimasa kehamilannya berazam untuk memberikan nama pada anaknya nanti dengan nama Anas jika anaknya laki-laki. Harapan itu pun menjadi kenyataan yaitu lahir bayi laki-laki sehingga diberikan nama Anas. Dikarena lahir dari keturunan bangsawan Lombok maka diberikan tambahan nama diawal yaitu Lalu (wangse), menjadi Lalu Anas. Namun pada KTP dan KK saat ini tertulis Lalu Anas Hasyri, yaitu penambahan Hasyri diakhir. Ternyata penambahan nama tersebut merupakan singkatan dari nama ayah beliau yaitu Haji Lalu Syamsudin Rifa’I, beliau pun terkenal dengan nama TGH. Lalu Anas Hasyri.

TGH. Lalu Anas Hasyri mulai mengenal dunia pendidikan formal pada tahun 1990 di SR (sekolah Rakyat) Rensing sampai tamat kelas 6 tahun 1966. Kemudian pada tahun yang sama 1966 beliau melanjutkan studinya di Madrasah Tsnawiyah NW Pancor Selong Lombok Timur sampai tamat Aliyah pada tanggal 1 juni 1971.
Di Madrasah Tsnawiyah dan Aliyah NW Pancor inilah ia mulai belajar memperdalam agama Islam. Guru pertama beliau yang mengajarkan beliau ilmu-ilmu agama Islam adalah Guru Nursiah yang berasal dari Praya, beliaulah yang membuka pemahaman Lalu Anas terhadap dasar-dasar ilmu agama Islam seperti Nahwu, Shorof dan lainnya. Selama 3 tahun menjadi santri di Pancor TGH. Lalu Anas Hasyri tidak pernah mengikuti pengajian di Almaghfurulah Maulanasyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dengan alasan kosentrasi belajar di madrasah (kelas) saja.

Pada tahun 1969 masuk tahun ke-4 TGH. Lalu Anas Hasyri sebagai santri barulah mulai mengaji secara langsung di Maulanasyaikh terutama pada hari ahad dan Jum’at di Mushalla Al-Abror Pancor yang menjadi sentral pengajian Maulanasyaikh dan markas da’wah Nahdlatul Wathan. Saat pertama kali mengikuti pengajian Maulanasyaikh beliau merasakan kenikmatan dalam mengaji (ladzzah al-muthāla’ah) dari sejak itu TGH. Lalu Anas Hasyri tidak pernah alpa dari pengajian Maulanasyaikh. Bahkan beliau lebih banyak bermalam di Mushalla Al-Abror untuk bisa shalat malam bersama Maulanasyaikh. Karena keistiqomahan TGH. Lalu Anas Hasyri mendirikan shalat malam meneladani Maulanasyaikh sehingga mendapatkan transfer ilmu (‘ilmu al-ladduni) dan nilai-nilai Ilahiyah (ladzah al-‘ibādah) yang diperlihatkan Maulanasyaikh. Melalui transfer of values tersebut TGH. Lalu Anas Hasyri banyak mengenal Maulanasyiakh bahkan sampai mengenal secara mendalam kehidupan sehari-hari Maulanasyaikh. Sehingga tidak berlebihan kalau penulis mengatakan bahwa karakter TGH. Lalu Anas Hasyri adalah photocopy karakter Maulanasyaikh terutama dalam mengajar dan berdakwah mengembangkan Nahdlatul Wathan.

Adapun awal mula Maulanasyaikh mengenal TGH. Lalu Anas Hasyri yaitu ketika pertama kali Maulanasyaikh masuk mengajar di kelas beliau dengan pelajaran Tafsir Jalalain, saat itu Maulanasyaikh meminta beliau membaca kitab sampai beberapa lembar. Bacaan beliau menjadikan Maulasyaikh terkesan sehingga menayakan nama dan alamat beliau. Setelah Maulanasyaikh mengetahui alamat beliau dari Gunung Rajak maka semenjak itu juga Maulanasyaikh memanggil beliau dengan panggilan Gunung Rajak, ketika pengajian pun Maulanasyaikh memanggil beliau “ante Gunung Rajak bace”.

Pada tahun 1971 TGH. Lalu Anas Hasyri menamatkan pendidikannya di Madrasah NW Pancor. Kemuidan beliau melanjutkan studi ke Ma’had Darul Qur’an Wal Hadist Al Majidiyah Asy-Syafi’iyah Nahdlatul Wathan Pancor. Sebagai mahasantri ma’had beliau semakin concern menggali kitab kuning (kutub al-turāts), giat belajar (muthāla’ah, munāzharah), berdiskusi (mudzākarah) dengan teman sejawat salah satunya TGH. Hilmi Najamuddin, mendatangi tutor senior dari kakak tingkat di ma’had seperti TGH. Habib Tanthowi, TGH. Mahmud Yasin dan kakak tingkat lainya saat itu. Selain mempertajam ilmu alat bahasa Arab beliau juga memperbanyak hafalan yang mengantarnya meraih peringkat kedua saat menamatkan studinya di Ma’had Darul Qur’an Wal Hadist NW pada tahun 1975.

Setelah TGH. Lalu Anas Hasyri menamatkan studi di Ma’had DQH NW Pancor Maulanasyaikh memerintahkan beliau mengabdi sebagai tenaga pengajar di Madrasah Mu’allimat NW Pancor. Karena akan menjadi guru di madrasah yang siswanya para wanita Maulanasyaikh pun memberikan nasihat yaitu melarang menyukai muridnya. Namun perintah itu ia langgar dengan ditemukannya surat yang ditulisnya kepada seorang siswi mu’allimat. Kasus tersebut sampai ke Maulanasyaikh setelah adanya laporan dari kepala madrasah. Akhirnya Maulanasyikh dengan bijaksana memanggil Haji Lalu Syamsudin Rifa’i orang tua beliau agar mengirim TGH. Lalu Anas Hasyri ke Makkah Al Mukarromah melanjutkan studi anaknya di Madrasah Ashaulatiyah yaitu alamamater Maulanasyaikh sendiri.

Atas saran Maulanasyaikh tersebut Haji Lalu Syamsudin Rifa’i mengirim mengirim anaknya ke Makkah pada tahun 1976. Sebelum TGH. Lalu Anas Hasyri berangkat ke Makkah Maulanasyaikh berpesan agar jangan menikah di Makkah dan pesan Maulanasyaikh itu beliau indahkan sampai balik ke Lombok. Di Makkah beliau masuk di madrasah shaulatiyah setelah lulus tes ujian masuk. Penguji beliau saat itu adalah Syaikh Majid Said (mudir Madrasah Shaulatiyah), Syaikh Iwad dan Syaikh Adnan. Sitem tes dengan membaca (qirāah al-kutub al-turāts) dan menjelaskan Kitab (fahmi al-kutub al-turāts). Dalam ujian tersbut beliau mendapatkan perdikat mumtāz. Sehingga beliau diberikan hak bebas memilih masuk dikelas yang diinginkan. Beliau pun memilih masuk di kelas 3 (tiga).

Sebagaimana keggihan beliau berguru pada Maulansyaikh saat di Lombok begitu juga keggihan beliau berguru pada para Masyaikh saaat di Makkah bahkan beliau dapat mengaji secara langsung pada guru-guru Maulansayikh seperti Syaikh Hasan Massyad yang pernah mengajar Maulanasyiakh saat belajar di Madrasah Shaulatiyah. Menjadikan semakin kuat silsilah keilmuan antar guru dan murid. Selain itu, TGH. Lalu Anas Hasyri dengan modal keilmuan agama yang mumpuni memasuki Madrasah Shaulatiyah beliau di percayakan oleh mudir Madrasah Shaulatiyah untuk menjadi guru pengganti (nuqobā’). Ketika ada guru yang tidak hadir maka dia akan dipanggil untuk menggantikannya. Ini merupakan prestasi yang luar biasa karena tidak semua murid di madrasah Shaulatiyah mendapatkan kepercayaan seperti itu. Itulah sebabnya dikenal oleh adik kelas dari pelosok nusantara termasuk dari Lombok, salah satu yang pernah diajar dari Lombok adalah Dr. TGH. Arifin Munir, Lc., MA.

Pada tahun 1980 TGH. Lalu Anas Hasyri menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Shaulatiyah selama 4 (empat) tahun dan mendapatkan peredikat mumtāz dengan peringkat ke dua. Setelah diwisuda di Madrasah Shaulatiyah beliau tidak lansung Pulang ke Lombok akan tetapi beliau menetap di Makkah selama 4 tahun. Beliau memilih menjadi khādimul ‘ilmi pada masyaikhu al-kubra di Makkah al-Mukarromah diantaranya Syaikh Hasan Massyad, Syaikh Usamah, Syaikh Mansyur, Syaikh Ismail Zain dan masyaikh lainnya.

Selama TGH. Lalu Anas Hasyri menjadi khādimul ‘ilmi di Makkah beliau selalu memberi kabar kepada Maulanasyaikh dengan mengirim surat berbahasa Arab dengan sya’ir (‘arudh). Surat-surat beliau tersebut menjadi kesan tersendiri bagi Maulanasyaikh, seperti yang pernah disampaikan Maulanasyaikh kepada TGH Mahmud Yasin dengan mengatakan “Sejak saya pulang dari Makkah tidak ada yang pernah mengirimi saya sya’ir kecuali dia (TGH. Lalu Anas Hasyri)”. Selain memberikan kesan, surat-surat beliau juga dikagumi Maulanasyaikh karena pernah suatu ketika Maulanasyaikh menguji beliau supaya menulis 5 (lima) surat dengan pesan yang sama namun redaksinya berbeda, ujian tersebut beliau selesaikan dengan baik sesuai harapan Maulanasyaikh. Sampai-samapi Maulanasyaikh membaca surat tersebut di depan tullab Ma’had DQH NW Pancor seraya mengatakan ”mulene ceket gurumek ne (memang pintar gurumu ini)”.

Pada tahun 1983 Maunasyaikh memerintahkan TGH. Lalu Anas Hasyri untuk pulang ke Lombok. Beliau pun meminta izin kepada mudir madrasah Shaulatiyah untuk pulang ke Lombok, namun mudir malah meminta beliau untuk tinggal 1 tahun lagi di Makkah. Permintaan mudir tersbut beliau sampaikan kepada Maulanasyaikh, Maulanasyaikh pun menyetujui. Kejadian tersbut Maulanasyaikh ceitakan kepada TGH. Mahmud Yasin dengan berkata “to ite taokne tekangen anas ine (disana dan disni tempatnya di rindukan anas ini).

Dengan kewalian Maulanasyakh sebenarnya memerintahkan TGH. Lalu Anas Hasyri pulang bukan hanya untuk kembali mengabdi di Nahdlatul Wathan akan tetapi untuk bisa berjumpa dengan ayah beliau yang akan meninggal tahun itu, firasat Maulanasyaikh pun tidak meleset karena pada tahun 1983 Haji Lalu Syamsudin Rifa’i ayah beliau meninggal dan beliau masih di Makkah. Barulah setahun berikutnya 1984 TGH. Lalu Anas Hasyri pulang ke Lombok.

B. MERINTIS KARIR DA’WAH NW LOKAL
Setelah TGH. Lalu Anas Hasyri sampai di Lombok, beliau langsung soan (berziarah) kepada Maulanasyaikh, kedatangan beliau disambut hangat oleh Maulanasyaih. Saat itu juga Maulanasyaikh secara langsung mengundang beliau untuk hadir dalam acara ulang tahun ma’had (adz-zikral hauliyah). Ternyata dalam susunan acara adz-zikral tersebut beliau mendapatkan tugas menyampaikan pidato (orasi ilmiah) dengan menggunakan bahasa Arab. Atas perintah Maulanasyaih beliau menjani dengan sepenuh hati. Pidato tersebut diapresiasi oleh Maulanasyaikh sehingga Maulanasyaikh mengangkat TGH. Lalu Anas Hasyri secara langsung ditengah acara adz-zikral sebagai masyaikhul ma’had, beliau pun mulai mengjar di Ma’had DQH NW Pancor pada awal tahun 1985.
Semenjak TGH. Lalu Anas Hasyri sebagai masyaikh ma’had semenjak itu juga karir da’wah beliau dimulai. Karir da’wah beliau banyak dipengaruhi oleh Maulanasyaikh sehingga menjadi kesyukuran yang luar biasa bagi beliau karena pulang sebelum Maulanasyaikh meninggal dunia. Karena tanpa pengaruh Maulanasyaikh mungkin beliau tidak akan dikenal seperti sekarang dan akan menjadi tuan guru sekitar Sakra. Besarnya pengaruh Maulanasyikh terhadap karir da’wah beliau terhilihat dari beberapa hal seperti diangakat menjadi masyaikh ma’had, disediakan tempat tinggal didekat rumah Maulanasyaikh, dipromosikan sebagai tuan guru bajang diberbagai pengajian Maulanasyaikh, dijadikan wakil Maulanasyaikh dalam mengisi pengajian, ditujuk sebagai duta da’wah NW di luar daerah dan lain-lain.

Maulanasyaikh menyediakan tempat tinggal TGH. Lalu Anas Hasyri di dekat Mushalla Al-Abrar persisnya samping makam Maulanasyaikh yang sekarang, agar Maulanasyakh bisa selalu dekat dengan beliau sehingga mudah Maulanasyaikh panggil dan perintah. Salah satu perintah Maulanasyaikh kepada beliau agar menjadi guru privat tafsir untuk cucu Maulanasyaikh yaitu Dr. TGH. Zainul Majdi, MA karena Maualansyaikh melihat cucunya ini memiliki potesi pada bidang tafsir karena memiliki hapalan yang kuat, dari itulah Maulanasyaikh memilih beliau sebagai guru yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar ilmu tafsir kepada cucu Maulanasyaikh.
Hal lain yang Maulanasyaikh suka pada TGH. Lalu Anas Hasyri selain kecerdasan dan kealimannya juga menyukai fassion/stilenya. Yaitu TGH. Lalu Anas Hasyri tetap mempertahakan memakai jubbah (baju top) dan imamah dililit di kepala setalah tinggal di Lombok, Maulanasyaikh melihat saat itu beliau satu-stunya muridnya yang konsisten memakai jubbah dan imamah dikepala, karena biasanya tuan guru yang lain setalah tinggal di Lombok mereka pakai kain sarung, baju dan jas hitam, peci putih dan imamah (sorban) dikrudungkan atau taruh dileher sebagaimana ciri khas tuan guru masa lampau. Ketika penampilannya (stile/fassion) diperthankan oleh beliau Malaunasyaikh justru mendukung dan berpesan agar tetap berpenampilan seperti itu. Dan yang mendukung beliau memakai jubbah sebagai pakain sehari-hari adalah TGH. Tajudin Ahmad pendiri Pondok Pesantren Darun Najihin NW Bagik Nyala yang selalu memberikan sepirit untuk beliau istiqomah dengan memakai jubbah, sebab saat itu juga banyak yang nyinyir (mengumpat) karena selalu menggunakan jubbah, namun saat ini banyak tuan guru yang mengunakan jubbah dalam kesehariannya sehingga tidak dianggap “aneh” lagi. Karena dari itulah Maulanasyaikh sedikit berbeda cara memperhatikan beliau sampai-sampai dipromosikan diberbagia tempat pengajian.

Adapun cara Maulanasyaikh mempromosikan TGH. Lalu Anas Hasyri antara lain Maulanasyaikh mengajak beliau berangkat ke sebuah pengajian kemuadian dipengajian tersebut beliau diperkenalkan sebagai tuan guru bajang (TGH. Lalu Anas Hasyri), Maulanasyaikh mengajak beliau ke sebuah pengajian lalu Maulanasyaikh meninggalakan beliau setelah menyampaikan ke panitia bahwa yang akan mengisi pengajian tuan guru bajang (TGH. Lalu Anas Hasyri), dan kadang Maulanasyaikh langsung memerintahkan beliau mewakili Maulanasyaikh di sebuah pengajian tanpa Maulanasyaikh ikut ke pengajian tersebut. Begitulah cara Maulanasyaikh mempromosikan beliah pada jama’ah NW. Dikarenakan Maulanasyaikh sendiri yang mempromosikan beliau sehingga mendapatkan popularitas dan laris dalam berdakwah.

Melalui promosi tersebut biasanya Maulanasyaikh langsung menyampaikan ke panitia bahwa TGH. Lalu Anas Hasyri yang akan menjadi wakil disaat Maulanasyaikh berhalangan. Seperti Maulanasyaikh pernah menyampaikan ke Haji Masrur di dalam mobil (satu-satunya yang punya mobil dan orang kaya di Montong Beter pewakaf tanah untuk madrasah NW), pesan Maulanasyaikh ke Haji Masrur agar jadwal pengajian hari Selasa secara bergantian diisi oleh Maulanasyaih dengan tuan guru bajang (TGH. Lalu Anas Hasyri), pesan itu disampaikan Maulanasyaikh ke Haji Masrur dihadapan TGH. Lalu Anas Hasyri yang sama-sama berada didalam mobil.

Pernah juga beliau membersamai Maulanasyaikh untuk pengajian ke Belencong Gunung Sari Lombok Barat, sesampainya disana Maulanasyaikh berpesan kepada Haji Mustafa yang menjadi panitia bahwa yang akan mengantikan Maualansyaikh sebagai wakil mengisi pengajian adalah TGH. Lalu Anas Hasyri, setelah pesan itu disampaikan Maulanasyaikh pergi mengisi acara di tempat yang lain dan beliau ditinggalkan untuk mengisi pengajian. Terkadang Maulanasyaikh memerintahkan beliau menyampaikan cermah pengajian padahal Maulanasyiakh ada ditempat pengajian.

Seringnya TGH. Lalu Anas Hasyri menjadi wakil Maulanasyaikh pernah suatu hari beliau makan bersama Maulanasyaikh menikmati jamuan setelah pengajian ketika itu Maulanasyaikh memberikan satu piring sayur perie (pare) untuk dihabiskan beliau, padahal Maulanasyiakh tahu kalu beliau tidak suka perie karena pahit. Karena perintah Maulanasyaikh beliau pun mengahbiskan perie tersebut dan sejak itu beliau menyukai perie. Alasan Maulanasyaikh menyuruh makan perie tersebut agar lisan mudah dalah berbicara dan berda’wah, demikian yang Maulanasyaikh katakan kepada beliau, ”mek kreng kaken perie owat dengan kereng ceramah”. Pengaruh perie ternyata untuk meringankan lisan menyampaikan isi pikiran.

Begitulah perhatian Maulanasyaikh kepada beliau sebagai wakil mengisi da’wah, pernah juga belia dipromosikan Maulanasyaikh di Jerowaru, Keruak, Petelauan Rensing (tempat paling sering mewakili Maulanasyikh), Namun yang paling berat beliau jalani ketika mewakili Maulanasyikh mengisi pengajian yang ada tuan gurunya. Seperti pernah mengisi pengajian Mualansyaikh di Korleko yang disana hadir TGH. Yusuf Hasyim yang merupakan amidul Ma’had DQH NW Pancor yang memang rumahnya di Korleko. Termasuk pernah menjadi wakil Maulanasyaihk di Kalijaga padahal disana TGH. Soleh Ahmad seorang tuan guru karismatik di Kalijaga juga seorang dewan musytasar NW saat itu beliau sangat segan apalagi harus duduk diatas sedangkan TGH. Soleh Ahmad duduk dibawah. Juga pernah menjadi wakil Maulanasyaikh di Mertak Paok yang hadir saat itu TGH. Burhanuddin yang juga kepala madrasah saat itu. Selain tempat tadi beliau menjadi wakil di Bagik Polak dan tempat lainnya yang ada di Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat dan Lombok Utara. Ditempat-tempat beliau menjadi wakil Maulanasyiakh dipromosikan sebagai tuan guru bajang namun panggilan saat itu beliua tidak populerkan saat ini.

Promosi Maulanasyikh terhadap beliau terkadang berdampak pada jama’ah karena pernah seorang jama’ah pengajian minta ke Maulanasyaikh agar diizinkan mengantar TGH. Lalu Anas Hasyri pulang memakai mobilnya Maulanasyaikh pun mengizinkan. Oleh jamaah tersebut bukannya langsung mengantar ke rumah beliau tetapi dibawa kerumahnya. Di rumah jamaah tersbut TGH. Lalu Anas Hasyri dijamu selesai dijamu tiba-tiba 4 gadis diperkanalkan ke beliau bahwa 4 gadis tersebut adalah anaknya yang ditwarkan untuk TGH. Lalu Anas Hasyri berkenan memilih salah satu anaknya dijadikan isteri. Tetapi beliau menjawab akan istikharah dari hasil istikharah beliau tidak berjodoh. Namun berjodoh dengan Hajah Masruri Aini anaknya TGH. Zainul Mukhlis wanita yang beliau lihat saat ikut menjemput dibandara ketika pulang dari Makkah beliau pilih sesuai dengan hasil istkharah dan atas restu Maulanasyikh.

Selain beliau menjadi wakil Maulanasyaikh di pengajian luar Pancor, beliau juga sering menjadi wakil saat pengajian Maulanasyaikh di Mushalla Al-Abror Pancor yang merupakan markas dakwah Nahdlatul Wathan bahkan Al-Abror juga meruapan markas melahirkan kader militant Nahdlatul Wathan yaitu Ma’had DQH NW. Beliau bukan sekedar lahir dari rahim ma’had juga mengabdi untuk membesarkan ma’had dengan menjadi masyaikhul ma’had bahkan Maulanasyikh mengangkat beliau menjadi murākib al-ma’had yaitu wakil ‘amīd 1 Ma’had DQH NW Pancor dan di oraganisasi diangkat sebagai anggota dewan mustasyar PBNW.

Semenjak diangkatnya TGH. Lalu Anas Hasyri menjadi masyaikh pada awal tahun 1985 beliau perihatin terhadap jumlah mahasantri (thullāb) ma’had yang down karena yang masuk ma’had kurang dari 200 orang hingga tahun 1989 jumlah yang masuk ma’had tern nya menurun semakin membuat beliau dan ketua umum PBNW saat itu TGH. Lalu Gde Wire Sentane Jaye menjadi perihatin dan gelisah. Merespon problem tersebut pada tahun 1987 beliau bersama dengan beberapa masyaikh ma’had lainnya menyusun strategi untuk mengatasi kurangnya tullab yang masuk ma’had. Langkah pertama yang diambil adalah melakukan study tour ke madrasah-madrasah dan sekolah-sekolah yang ada di Lombok dengan target kelas 3 aliyah atau SMA. Sebelum mendatangi lokasi terlebih dahulu mengirim surat permohonan izin melakukan kegiatan study tour disekolah yang bersangkutan yang dilampitkan pada surat tersebut brosur penerimaan tullab baru ma’had DQH NW Pancor. Setelah mendapatkan izin dari sekolah yang dituju barulah amidul ma’had mengirim tullab ma’had untuk melakukan kegiatan studi tour. Namun uapaya tersebut tidak membuahkan hasil yang segnifikan.
Pada tahun 1988, langkah kedua pun menjadi upaya selanjutnya visiting masyaikh yaitu masyaikh ma’had dan pimpinan NW mengadakan kunjungan ke tempat-tempat dimana saja madrasah NW ada di Lombok seperti Selong, Peraya, Lembar, Kekeri dan lainnya. Namun strategi ini juga kurang ampuh karena yang diharapkan tidak terjadi tullab ma’had yang masuk segitu saja. Padahal untuk suksesi langkah kedua ini memakan biaya operasional yang besar terutama pada biaya transportasi karena harus menggunakan mobil yang merupakan kendaraan mewah dan langka saat itu.

Pada tahun 1989, dengan gagalnya pada langkah kedua, beliau tidak patah semangat hingga muncul ide brilliant sebagai langkah ketiga dakwah safari Ramadhan yaitu meliburkan tullab ma’had pada bulan puasa (Ramadhan) tapi bukan libur biasa karena tullab ma’had selama bulan puasa ditugaskan berda’wah keliling kampung dengan dibekali surat mandat dari Maulanasyikh. Bahkan para masyaikh ma’had juga ikut sebagai peserta dakwah safari Ramadhan. Berbekal surat mandat dari Maulanasyikh mereka diterima dengan baik kemudian dijadwalakan sebagai khatib, imam tarawih dan pengisi kultum selama bulan puasa. Karena totalitas terhadap program dakwah safari Ramadhan sehingga berekspansi sampai ke pulau Sumabawa. Sebagian tullab ma’had yang dilepas sebagai duta NW di pulau Sumbawa mereka harus menjelajah dan berkelana sendiri mencari masjid karena saat itu tidak ada pendataan masjid atau musholla ditambah lagi kendala mobilisasi yang tidak mendukung apalagi saat itu hp (handpone) belum ada menjadikan komunikasi terputus, begitulah kerasnya perintisan da’wah NW di luar Lombok saat itu. Namun karena semangat juang yang tinggi dan kerjasama secara kolektif menjadikan program rihlah safari Ramadhan berhasil. Sehingga penerimaan tullab ma’had baru melewati ekspektasi yang ada, menjadikan ma’had DQH NW Pancor makmur dengan tullabnya.

Hingga kini program dakwah safari Ramadhan yang digagas oleh TGH. Lalu Anas Hasyri dan direstui Maulanasyaikh menjadi warisan yang tetap dijaga dan menjadi program rutin Ma’had DQH NW baik yang di Pancor maupun Anjani. Buah hasil program tersebut dapat terlihat hari ini yaitu tullab ma’had baru tembus samapi dua ribu tullab baru setiap tahun. Implikasi positifnya saat ini adalah telah terbentuk 34 pengurus wilayah NW di seluruh provinsi Indonesia berkah duta-duta NW dari tullab ma’had yang pernah Maulanasyaikh kirim menjadi duta NW untuk berdakwah. Dan untuk kelanjutan perkembangan da’wah NW, ma’had kerjasama dengan PBNW mengirim duta NW dari mutakharrijin ma’had yang akan menyebar di Nusantara. Sebagai bentuk aktualisasi wansyur wahfazh nahdlatal wathan fil ‘ālamīn.

C. MENGEMBANGKAN DA’WAH NW DI NUSANTARA

Pengalaman dakwah TGH. Lalu Anas Hasyri di Lombok mulai terbentuk dan tertata setelah menjadi wakil Maulanasyaikh dalam mengisi pengajian serta menjadi masyaikh ma’had menambah kematangan dalam berda’wah. Konten dakwah yang beliau sampaikan sering mendapat sanjungan dari Maulanasyaikh. Maka dengan adanya program dakwah safari Ramadhan yang ditaja Ma’had, Maulanasyaikh mempercayai beliau sebagai duta dakwah NW untuk keluar Lombok. Sehingga setiap bulan ramadhan Maulanasyaikh memerintahkan beliau berdakwah ke luar daerah yaitu ke pulau Sumbawa, pulau Bali, pulau Jawa, pulau Sulawesi, pulau Kalimanta, pulau Sumatra dan Kepulauan Riau. Bahkan sampai saat ini walaupun Maulanasyaikh sudah meninggal beliau masih pergi berdakwah luar derah setiap tahunnya pada bulan Ramadhan terkang beliau pun pergi berdakwah diluar bulan ramadhan karena undangan dari beberpa pengurus wilayah NW di Indonesia. Bagi penulis beliau adalah guru pengelan Nahdlatul Wathan yang istqomah menyebarkan da’wah Islamiyah NW ke penjuru nusantara tanpa bermodalkan pengaruh politik.

1. Berdakwah ke Pulau Sumbawa

Berawal dari program rihlah safari Ramadhan yang digagas di ma’had yang kerjsama dengan PBNW, TGH. Lalu Anas Hasyri pun diperintah Maulanasyikh untuk keluar Daerah. Pada tahun 1990 berdasarkan mandat Maulanasyaikh beliau berdakwah ke pulau Sumbawa bagian timur. Tahun berikutnya 1990 beliau mendapat mandat dari Maulanasyaikh berdakwah ke Sumabawa Besar. Demikian juga tahun 1991 Maulanasyaikh memberikan mandate ke beliau untuk pergi berdakwah ke Bima dan Dompu. Disana beliau di jemput oleh pemerintah daerah karena dalam waktu bersamaan pemerintah disana mempunyai program dakwah ramdahan sehingga dengan adanya duta dakwah NW datang ke Bima dan Dompu sangat membantu dalam relisasi program tersebut. Sinergitas tersebut menguntungkan kedua belah pihak dalam mensuksekan dakwah dalam bulan Ramadhan. Yang mengatur jadwal langsung dari pemerintah kerjasama dengan masyarakat adapaun duta dakwah NW dari ma’had tinggal mengisi jadwal yang sudah disusun bahkan diberikan fasilitas. Karena banyaknya masyarakat perantau di Sumbawa yang dari Lombok menambah suksesnya program dakwah safari Ramadhan.

Tiga tahun berturut-turut TGH. Lalu Anas Hasyri mendapatkan mandat Maulanasyikh berdakwah ke Sumbawa, ternyata berpengaruh luar biasa terhadap terus bertambahnya tullab ma’had dan semakin banyak pencinta dan warga Nahdlatul Wathan. Tahun berikutnya ekpansi dakwah ke pulau Bali dan pulau lainnya.

2. Berdakwah ke Pulau Jawa

Awal mula persinggahan beliau di pulau Jawa yaitu saat pulang dari Makkah, sebelum sampai di Lombok beliau transit di Jawa yaitu di Tanggerang. Waktu menunggu terbang ke Lombok karena maskapai akan terbang besaoknya beliau pun sempatkan untuk singgah di rumah Haji Mansyur. Disana beliau berkenalan beberapa warga NW yang berdomisili di Tanggerang. Penyebab adanya warga NW yang bermukim disana adalah ada orang-orang Lombok yang hendak pergi ke Makkah namun ditipu tekong akhirnya mereka terdampar di Jawa karena mereka malu untuk pulang ke Lombok sehingga orang-orang tersebut menyebar di pulau Jawa mencari kerja di Jawa dan menikah disana dengan orang Jawa.

Keberadaan orang Lombok yang mengenal NW di Jawa lambat laun membentuk pengurus NW yang disebut perwakilan NW di Jawa. Semenjak terbentuknya perkilan NW di Jawa semenjak itu dikirim pendakwah oleh Maulanasyaikh salah satu yang di mandatkan mengisi pengajian perwakilan NW di Jawa adalah TGH. Lalu Anas Hasyri.

Setiap beliau ke Jakarta sudah stand bay atar jemput dari bandara ke tempat da’wah. Saat ini tempat yang selalu beliau datangi untuk berda’wah di Jawa yaitu di Tanggerang adalah ustadz Tamrin seorang mutakharrijin Ma’had DQH NW Pancor asli orang Tanggerang. Latar belakang Ustadz Tamrin mengenal NW dari pamannya yang PNS guru SD, lokasi sekolah tempat tugas tersebut di Montong Gamang berdekatan dengan rumah ustadz Mahmudin dari Lombok. Ustadz Mahmudin memiliki kedekatan emosional dengan guru tersbut karena sering berdiskusi agama, akhirnya guru tersebut menitipkan koponaanya di ustadz Mahmudin untuk didik dan dimasukkan di Aliayah. Nama keponaan guru SD tersebut adalah Tamrin, setelah ustadz Tamrin menyelesaikan Aliyah Ustadz Mahmudin menyarankan lanjutkan studi ke Ma’had DQH NW Pancor ustadz Tamrin pun setuju. Selama belajar di ma’had ustadz Tamrin tidak terlihat menonjol tapi biasa saja belajar seperti tullab yang lainnya. Namun begitu tamat ma’had ustadz Tamrin mendirikan pondok pesantren salafiyah khusus mengkaji kitab kuning di Tangerang. Kemudian berkmbang berkembang mendirikan pendidikan formal dan majlis ta’lim. Dan saat ini ustadz Tamrin menjadi kiayi besar di Tanggerang dan menjadi ketua Pengurus Wilayah NW Tanggerang.
Pada bulan puasa TGH. Lalu Anas Hasyri untuk dakwah Ramadhan selalu ke ustadz Tamrin. Di Pesantren ustadz Tamrin beliau mengasuh pengajian di pagi dan sore hari yang dihadiri santri dan santriwati. Pada malam hari beliau keliling dakwah dibersamai ustadz Tamrin sebagai guide (pengiring) karena ketokohan ustadz Tamrin menjadikan banyak jaringan dakwah di masjid-masjid, TGH. Lalu Anas Hasyri pun dibawanya ceramah ke Subang, Indramayu dan ketempat yang jauh lainnya. Dan berkah ketokohan ustadz Tamrin saat ini banyak tullab ma’had datang dari Jawa untuk belajar agama di Ma’had DQH NW. Ketokohan ustadz Tamrin sebagai bukti keberkahan dari Maulanasyaikh yang mengalir pada dirinya saat menuntut ilmu di Ma’had.
Selain diundang pada bulan puasa, TGH. Lalu Anas Hasyri juga diundang ke Tanggerang pada acara hari besar Islam seperti Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi dan Haul maulanasyaikh.

3. Berdakwah ke Pulau Sulawesi

Awal TGH. Lalu Anas Hasyri berdakwah ke Sulawesi ketika berjumpa dengan ustadz Maliki dari Lombok Tengah yang bermukim di Sulawesi mereka bertemu pada sebuah acara yang diselenggarakan bupati Lombok tengah. Dalam pertemun tersebut ustadz Maliki meminta beliau ke Sulawesi untuk berdakwah. Beliapun datang berdakwah ke sana dan bertemu dengan orang Lombok yaitu Ma’arif dari Pujut.
Tahun berikutnya secara khusu Ma’arif mengundang TGH. Lalu Anas Hasyri datang untuk berdakwah beliau pun datang lagi. Oleh Ma’arif beliau dibawa keliling berdakwah sampai kepelosok-pelosok dan dapat mendatangi beberapa madrasah NW yang ada disana.

Karena semakin banyaknya jamaah yang mengenal TGH. Lalu Anas Hasyri di Sulawesi dari kegiatan keliling da’wah akhirnya beliau tetap mandapat undangan berdakwah disana. Ditamabah semakin banyaknya mutakharrijin ma’had yang berjuang di Sulawesi. Salah satu mutakharrijin yang sering mengundang TGH. Lalu Anas Hasyri adalah ustadz H. Maliki dari Pengkelak Mas, karena punya pondok pesnatren maka saat hultah pesantren TGH. Lalu Anas Hasyri tetap diundang.

Ustadz H. Maliki salah satu mutakharrijin ma’had yang berda’wah di Sulawesi, dari Sulawesi dapat mengutus wanita yang masuk ke Ma’had kemudian setalah tamat ma’had wanita tersebut dinikahi yang menjadi istrinya hari ini. Berkah keikhlasan dalam mengembangkan da’wah NW Ustadz H. Maliki dan istrinya menjadi PNS KUA, selain Ustadz H. Maliki yang sering TGH. Lalu Anas Hasyri untuk berdakwah adalah Ustadz Rusdan dari Selayar.

Selain undangan khusus berdakwah, TGH. Lalu Anas Hasyri juga sering diundang dalam dalam pemebntukan PW NW ataupun Muswil PW NW di Sulawesi. Menjadikan beliau banyak berkujung ke berabagai daerah di Sulawesi sepeti Kuanta Dulu, Rawan Wangun, Sausu, Palu, Morowali, Poso, Parigi Motong dan daerah lainnya.

4. Berdakwah ke Pulau Kalimantan

Pada tahun 1992 TGH. Lalu Anas Hasyri pertamakali pergi dakwah ke Kalimantan atas mandatt Maulanasyaikh. Lokasi Kalimantan yang beliau dituju dan jumpai saat itu sangat memperihatinkan karena daerahnya baru ditempati masyarakat transmigrasi yang sedang merintis kehidupan disana. Jalan masih setapak bertanah dan bersemak belukar. Namun karena perinsip beliau dalam berdakwah siap menerima berbagai konisi makanya beliau tidak kaget. Dalam berdakwah beliau sudah mempersiapkan diri untuk menderita dan bahgia, sanggup mewah dan terlantar. Kalua menjumpai kebahagian Alhamdulillah, tapi kalaupn menjumpai penderitaan tidak jadi maslah dan siap dihadapi. Saat pergi berdakwah tidak jarang salah arah karena belum ada alat teknologi seperti sekarang, sepeda motor dan mobil pun sangat jarang ditamabah kondisi jalan yang jauh dari respresntatif saat itu.

Tahun berikutnya 1993 TGH. Lalu Anas Hasyri datang yang kedua kalinya berdakwah di Kalimantan timur, kemudian tahun 1994 datang berdakwah yang ketiga kalinya dengan tujuan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Intinya TGH. Lalu Anas Hasyri dalam bulan Ramadhan tidak pernah di Lombok. Pergi berdakwah ke luar daerah rumah berdakwah menjaring kader dan melahirkan duta NW di Nusantara hingga saat ini (tahun 2020). Bahkan dakwah beliau di Kalimantan menjupai jodoh yang ke-3.

Masyarakat Kalimantan sangat well come dengan dakwah TGH. Lalu Anas Hasyri, dengan datangnya beliau di Kalimantan pada daerah-daerah transmigrasi membuat masyarakat bahagia terlebih bagi masyrakat Lombok yang tinggal di Kalimantan karena mereka merasa disambung dan disatukan sesama susku Sasak di kalimantan. Masyarakat sangat peduli akan kehadiran pendakwah dari Lombok bahkan disupport.
Kehadiran da’wah NW disana sebagai pengobat rindu juga bagi warga NU dan warga Muhammadyah karna selama dirantaun belum didatangi oleh PBNU atau PB Muhammadiyah. Karena merasa diabaikan oleh tokohnya mereka pun ikut mengaji dan ikut mensupport da’wah NW di tempat mereka. Mereka antusias mengikuti pengajian-pengajian. Dari itulah TGH. Lalu Anas Hasyri rutin setiap tahun pergi berdakwah ke Kalimantan.

5. Berdakwah ke Pulau Sumatra

Dulu dalam berdakwah ke Sumatra TGH. Lalu Anas Hasyri menempuh perjalan dari Lombok menuju Sumatra menggunakan travel demikian juga kembalinya. Salah mutakharrjin yang menemani beliau da’wah disumatra adalah Hamzani, saat itu ikut menderita dalam musafir da’wah TGH. Lalu Anas Hasyri. Berkah dari perjuangan dakwah tersebut Hamzani dapat berhajji, daicarikan jodoh oleh TGH. Lalu Anas Hasyri, dilancarkan rizki dan karir kerjanya setalah mutasi ke berbagai provinsi, kini setelah dimutasi Hamzani tugaskan di pengadilan tinggi di Selong Lombok Timur.

6. Berdakwah ke Kepulauan Riau

Pertama kali TGH. Lalu Anas Hasyri berdakwah ke Batam provisnsi Kepulauan Riau pada tahun 1993 saat itu beliau menggunakan travel (bus) dari Lombok jalur Sumatra sampai ke Pekanbar naik kapal laut (but) menuju ke Batam dalam perjalanan tersebut mamakan waktu satu minggu. Warga NW yang pertama kali masuk di Batam membawa NW adalah H. Mustakim dari Tampih dan TGH. Rumaksi dari Borok Toyang (dulu Bungtiang). Madarsah NW pertama kali dibangun adalah MTs NW Tanjung Riau Batam yang peletakan Batu Pertama dihadiri oleh Ketua Umum PBNW saat itu TGH. Lalu Gede Wire Sentane Jaye. Kemudian madrasah MI NW Pulau Kasu Batam baru dibangun MA NW Tanjung Riau Batam.

TGH. Lalu Anas Hasyri banyak terlibat dalam pengembangan NW di Batam karena setelah Kalimantan Batam lah yang paling sering beliau kunjungi. Kedatangan beliau tahun 1993, datang kebali pada tahun 1995, 1997, 1999, 2000, 2002, terus hingga tahun 2019. Dakwah beliau di Batam sangat digemari masyarakat Melayu karena beliau selalu berpantun, sebab orang melayu dikenal sebagai masyarakat pantun. Di tambah dakwah di Batam sudah termanajmen dalam satu komando yang disebut PMB (Perstauan Muballigh Batam) di PMB sendiri banyak alumni ma’had yang menjadi pengurusnya. Sehingga ketika duta dakwah NW datang ke Batam akan dihandel oleh PMB.

Berangkatnya beliau pertama kali ke Batam dengan H. Mustakim, dan Mustakim ditunjuk Maulanasyaikh sebagai ketua perwakilan NW Batam yang pertama. Sehingga penginapan belaiu diatur oleh H. Mustakim. Dakwah tahun-tahun berikutnya beliau tinggal di rumah TGH. Rumaksi yang merupakan pengurus daerah NW kota Batam. Awalnya di Batam baik H. Mustakim dan TGH. Rumaksi kehidupan mereka terlunta-lunta namun karena keistiqomahan dalam berjuang konndisi kehidupan membaik hingga saat ini dimurahkan rizki.
Saat ini kalau TGH. Lalu Anas Hasyri datang dakwah di Batam selalu di tempat Ustaz Saharuddin (saat ini PW NW Provinsi Kepri) semenjak di Pondok Pesantren Azainiyah NW kota Batam sampai sekarang di Pondok Pesantren Islamic Centre NW Batam.

Baca Juga Madrasah Al-Shaulatiyah Makkah Al-Mukarramah Tempat Nyantri 3 Ulama Nusantara Pendiri ORMAS ISLAM Terbesar di Nusantara

 

D. MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN DARUL ABROR NW GUNUNG RAJAK

Berdirinya Pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak tidak terlepas dari sejarah perjalanan hidup dua tokoh sentral yaitu TGH. Zainul Mukhlis dan TGH. Lalu Anas Hasyri. Keduanya adalah murid kesayangan pendiri NW Maulanasyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Jadi sejarah berdirinya Pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak terjadi dalam dua fase yaitu fase awal perintisan dimasa TGH. Zainul Mukhlis, selanjutnya masa pendirian dan pengembangan dimasa TGH. Lalu Anas Hasyri.

1. Fase Perintisan

Pada tahun 1970an, TGH. Zainul Mukhlis berinisiatif mengumpulkan para tokoh agama dan sesepuh dari Malah, Dasan Tengak, Karang Asem dan sekitarnya, untuk rapat mendiskusikan kegelisahan beliau terhadap masa depan pendidikan anak-anak mereka karena akses pendidikan formal (agama) di tempatnya saat itu tidak ada sehingga anak-anak mereka kalau ingin bersekolah dan meuntut ilmu agama harus keluar jauh dari rumah dengan berjalan kaki, pilihannya saat itu adalah madrasah di Peteluan dan di Gerumus.
Terlebih lagi Motong Kirik dan sekitarnya pada masa itu kampung yang terkesan terisolir dan terbelakang, apalagi lokasi lokasi Yayasan Darul

Abror NW Gunung Rajak dulunya sepi berupa semak belukar yang seperti tak terjamah, masyarakat sekitar masih malas melaksanakan kewajiban, masih suka adu ayam, dan sebagai tempat persinggahan pencuri.
Akhirnya untuk menjawab kegelisahan tersebut melalui rapat disepakati mendirikan Madrasah Diniyah NW Dasan Tengak, yang pusat belajarnya di Masjid Al-Muhajirin Dasan Tengak, waktu belajarnya sore hari. TGH. Zainul Mukhlis dipercayakan sebagai Kepala Madrasah dengan majlis guru berasal dari PNS guru SD yang dinasnya pagi hari seperti: H. L. Hasbullah Hasyri, H. L. Syafi’I, H. Lalu Mahiruddin, Imran, M. Natsir, , Nurdan, dll. Siswanya cukup banyak datang dari berbagai tempat termasuk Peteluan, dan Rensing.

Dengan antusiasme dan support masyarakat terhadap keberadaan Diniyah NW Dasan Tengak, para santri yang datang berguru belajar ilmu agama bertambah banyak. Sehingga perlu pengembangan sistem pendidakan yang lebih baik lagi, akhirnya melalui musyawarah stake holder dan majlis guru Diniyah NW Dasan Tengak disepakati untuk bertransformasi menjadi Madrasah Ibtidaiyah NW Dasan Tengak. Dan diresmikan oleh kementiran Agama Tahun 1984 dengan diberikan suarat izin operasional. Dikarenakan Madrasah Ibtidaiyah adalah pendidikan kombinasi agama dan umum berbasis klaksikal yang harus memiliki gedung sendiri maka melalui swadaya masyarakat dibagun gedung Madrasah Ibtidaiyah NW Dasan Tengak di dusun Montong Kirik diatas tanah yang diwakafkan TGH. Zainul Mukhlis.
Semula Madrasah Ibtidaiyah NW Dasan Tengak melaksanakan proses belajar agama sore hari, sehingga ada yang merangkap sekolah SD di pagi hari dan sekolah MI di sore hari. Namun dengan pertimbangan efektifitas pembelajaran akhirnya proses belajar mengajar di pindahkan ke pagi hari.

Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebagai satuan pendidikan dasar yang sejenjang dengan Sekolah Dasar (SD) dan untuk melajutkan ke jenjang berikutnya harus masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), maka karena tuntutan dan kebutuhan untuk dapat mengakomodir tamatan Madrasah Ibtidaiyah NW Dasan Tengak dalam melanjutkan jenjang pendidikan didirikanlah MTs NW Gunung Rajak pada tanggal 1 Juli 1985. Semenjak awal didirikan Madrasah Ibtidaiyah NW Dasan Tengak maupun MTs NW Gunung Rajak mengambil kurikulum Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Agama, sedangakan selain madrasah (sekolah) hanya mengikuti kurikulum Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan saja. Itulah sebabnya NWDI dan NBDI dalam pendidikan formal lebih memilih system madrasah dari pada sekolah.

2. Fase Perkembangan

Masa perkembangan Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak secara operasional dimulai tanggal 30 Agutus 1998, namun secara legal formal terhitung sejak tanggal tanggal 13 Nopember 1999 dengan keluarnya akte notaris yayasan oleh notaris Lalu Sribawa, SH. Nomor: 30 tanggal 13 Nopember 1999. Berdirinya pondok pesantren tersebut wujud perkembangan dari dua madrasah yang sudah ada yaitu MI NW Dasan Tengak dan MTs NW Gunung Rajak.

Disisi lain ada rangkain pertiwa yang mempercepat pondok pesantren berkembang pesat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan TGH. Lalu Anas Hasyri sebagai iconic yang langsung tinggal di pondok pesantren menjadi gaya tarik tersendiri. Peristiwa yang sangat menojol tersebut adalah dinamika terjadinya dualisme PBNW dan teragedi “Pancor Kelabu”. TGH. Zainul Mukhlis dan TGH. Lalu Anas Hasyri sebagai pendiri pondok pesantren yang merupakan dua tokoh yang secara langsung terlibat dalam dua peristiwa tersbut. Namun secara khusus TGH. Lalu Anas Hasyri menjadi salah satu korban kekerasan dalam tragedi “pancor kelabu” pada tanggal 6 September 1998 yang memksanakan beliau harus hijrah ke kampong halamannya di Gunung Rajak. Tragedi tersebut merupakan cara mengusir tokoh NW non Pancor yang pro terhadap kepemimpinan Ummi Hajjah Siti Raihanun ZAM sebagai PBNW.

Akibat dari penyerangan itu santri, siswa, mahaiswa dan tullab ikut meninggalkan Pancor sehingga mereka bercecaran terutama tullab Ma’had sebagian dar mereka ditampung oleh TGH. Lalu Anas Hasyri di pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak baik yang masih muallimin dan ma’had, untuk kelanjutan sekolah mereka maka pondok pesantren mendirikan Madrasah Aliyah Mu’allimin. Sementara Kalijaga ditetapkan sebagai lokasi hijrah PBNW pondok pesantren Darul Abror sempat menjadi tempat belajaranya sebagian tullab Ma’had yang tinggal di Lombok bagian selatan.

Tentunya penamaan Darul Abror tidak lepas juga dari latar belakang pendirinya yaitu TGH. Zainul Mukhlis dan TGH. Lalu Anas Hasyri, mereka berdua adalah santri militant Maulansayaikh yang senantiasa menuntut ilmu di al-Abror Pancor yaitu Mushalla yang menjadi pusat pendidikan dan da’wah Maulanasyaik semasa hayat. Maka nama pondok pesantren tersebut sebagai taburkan terhadap Mushalla Al-Abrar tempat Maulanasyaikh mencetak mitansi NW. Sebagai kenangan sejarah dalam menlanjutkan estapet perjuanagan NW.

Keberadaan Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak di tengah masyarakat mendapat respon yang positif. Hal ini, terbukti dengan antusiasme masyarakat untuk mensukseskan pembangunan pesantren dan tingginya kepercayaan masyarakat NTB dan luar NTB menitipkan anaknya untuk menimba ilmu dan dibina di pondok pesantren ini. Terlebih magnet TGH. Lalu Anas Hasryi menarik hadirnya santri dari dalam dan luar NTB. Keberkahan Maulanasyaikh terus menagalir terlebih sekali seeringnya para ulama’ dan cendekia dari Timur Tengah hadir di Pesantren ini untuk bershilatrrahim dengan TGH. Lalu Anas Hasryi dan jamaah majlis ta’limnya, semakin menambah keberkahan bagi pondok pesantren.

Dari segi sistem pengelolaan, Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak termasuk dalam tipologi pesantren kombinasi yaitu sistem salaf/klasik dan khalaf/modern yaitu pondok pesantren yang didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (bandongan dan sorongan) dan pendidikan madrasah/sekolah yang mengacu pada sistem pendidikan nasional.

Dari awal hingga kini, dalam pengelolaan pendidikan salaf/klasik pengelola pesantren yang terbentuk dari beberapa komponen: (1) pondok/asrama, (2) santri, (3) kyai, (4) masjid/aula, (5) kurikulum kitab kuning dan keterampilan (life skill). Kurikulum pesantren disini bikan hanya write kurikulum saja namun juga life kurikulum. Artinya Pondok Pesantren Darul Abror bukan hanya mengajarkan ilmu agama saja namun juga mendidik akhlak santri yang baik. Seperti ketika bertemu dengan pengasuh menundukan kepalanya, yang berarti tindak kesopanan dari santri itu sendiri. Sikap seperti ini merupakan suatu sikap yang sudah turun temurun di pondok pesantren manapun, dimana seorang santri harus menghormati kyai atau pegasuh. Dalam penerapan kehidupan sehari-hari nantinya sikap yang diharapkan adalah santri mampu menghormati orang lain, terutama orang yang lebih tua. Karena core pendidikan di Pondok Pesantren Darul Abror adalah pendidikan akhlak. Dimana pengasuh dan juga dewan ustadz maupun ustadzah adalah orang tua kedua. Mereka mengajarkan berbagai ilmu seperti tafsir, hadits, fikih, nahwu, shorof, akhlak dan ilmu lainnya. Dari sekian banyak ilmu yang diajarkan di dalamnya diterapkan proses pendidikan akhlak yang baik.

Sedangkan dalam pengelolaan pendidkan khalaf/modern yaitu mendirikan pendidikan Islam anak usia dini dan madrasah/sekolah yaitu TK, RA, MI, MTs dan MA Mu’allimin Darul Abror NW Gunung Rajak.
Selain mengelola lembaga pendidikan, Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak juga mengelola lembaga sosial yaitu Lembaga Kesejahtraan Sosial Anak (LKSA) Darul Abror NW dan mengelola lembaga Da’wah yaitu Majlis Ta’lim Darul Abror NW Gunung Rajak.

Dan kini 22 tahun (1998-2020) usia Pondok Pesanten Darul Abror NW Gunung Rajak memiliki arti penting bagi masyarakat sekitar karena selain menjadi tempat belajar bagi para santri, Pondok Pesanten Darul Abror NW Gunung Rajak juga menjadi tempat masyarakat mengikuti pengajian pengajian dan kegiatan lainnya. Selain itu, tenaga pendidik yang profesional rata-rata berpendikan sarjana, magister dan doktor. Serta alumni yang terorganisir menjadi agen da’wah Pondok Pesanten Darul Abror NW Gunung Rajak. Keaktitifan seluruh stake holder pondok pesantren telah merangkai kekuatan dalam menjaga eksistesnsi Pondok Pesanten Darul Abror NW Gunung Rajak masa ini dan masa yang akan datang.

3. Mengenang Tragedi “Pancor Kelabu” sebagai Upaya Menjaga Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak

Selain memahami sejarah kelahiran Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak dari perjalanan hidup TGH. Zainul Mukhlis, sangat perlu juga memahami sejarah kelahiran Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak dari rangkain peristiwa terjadinya dualisme PBNW dan peristiwa tragedi Pancor kelabu yang dialami TGH. Lalu Anas Hasyri. Karena dua peritiwa tersburt memiliki keterkaitan atas latar belakang lahirnya Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak. PBNW Anjani merupakan tempat afiliasi pondok pesantren dan TGH. Lalu Anas Hasyri merupakan salah satu tokoh yang mendirikan pondok pesantren tersebut.

Pada tanggal 21 Oktober 1997, pendiri Nahdaltul Wathan wafat, Nahdliyin diliputi rasa duka dan kehilangan. Tidak berselang lama, tepatnya pada 17 November 1997, ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) Drs. TGH. Lalu Gde Wiresentane meninggal dunia setelah sebelumnya menjalani masa perawatan atas penyakit yang diderita. Dengan wafatnya dua petinggi di Nahdlatul Wathan, maka terjadi kekosongan pimpinan pada kursi Rais ‘Am Dewan Musytasyar dan ketua Umum Dewan Tanfiziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan.
Kekosongan pada dua kursi puncak pimpinan ini ternyata tidak disikapi dengan tepat dan tidak bijaksana. Diantara para tokoh berpengaruh yang duduk di struktur kepengurusan Nahdlatul Watahan berselisih dan terdapat perbedaan pendapat di antara generasi pewaris yaitu Hj. Siti Rauhun dan Hj. Siti Raihanun. Sehingga memunculkan dua pihak, yang satu berkepentingan untuk mengisi kekosongan pimpinan dengan merujuk pada AD/ART NW dan pihak yang lain berkepentingan mengisi kekosongan kepemimpinan dengan berdasarkan pada surat kuasa.

BACA JUGA 20 TAHUN BERLALU

 

Berdasarkan persepektif kepentingan, kedua pihak pada hakikatnya memandang pentinya pengisian jabatan yang kosong. Apalagi dua jabatan yang kosong sangat penting untuk segera diisi. Perbedaannya adalah rujukan pengisian kursi jabatan. Perbedaan dan perselisihan ini ternyata berkepanjangan. Masing-masing mempertahankan idealisme. Tidak hanya itu, perselisihan itu kemudian lebih rumit karena melibatkan kedua putri pendiri Nahdaltul Wathan. Mereka dibenturkan sampai kemudian sulit dipisahkan antara perselisihan organisasi dengan perselisihan keluarga. Akibatnya beimplikasi kepada konflik di organisasi Nahdlatul Wathan.
Mediasi pun digelar dalam beberapa kesempatan bahakan pengurus yang ada dalam jajaran PBNW menyeleggarakan Musyawarah Besar Nahdaltul Wathan untuk mengatasi dan membicarakan masalah-masalah yang mengancam kelangsungan organisasi Nahdlatul Wathan. Dalam musyawarah tersebut menghasilakn salah satu keputusan yang diharapkan akan menjadi solusi yaitu melaksanakan Muktamar X Nahdlatul Wathan.
Perhelatan Muktamar X NW di lapangan Koni Praya Lombok Tengah tanggal 24-26 Juli 1998 berbeda dengan Muktamar-muktamar NW sebelumnya Muktamar X tidak diikuti oleh pendiri sekaligus pemimpin kharismatik NW karena dia telah wafat. Biasanya Syaikh selalu hadir di acara Muktamar NW dan memiliki peran dan pengaruh besar untuk menentukan formasi struktur kepengurusan organisasi, sehingga kondisi Muktamar X diwarnai persaingan karena menjelang Muktamar terjadi mobilisasi massa dan manuver-manuver politik terus dilakukan oleh para elit dalam rangka memenangkan calon mereka. Sehingga dinamika yang terjadi diluar kontrol muktamar bahakan beberapa peserta Muktamar walk out setelah pemilihan. Pada Muktamar tersbut terpilihlah secara demokratis Ummi Hj. Sitti Raehanun Zainuddin Abdul Madjid sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Wathan priode 1998 – 2003 dan dilantik secara resmi.

Namun hasil Muktamar X NW di Praya melahirkan pro dan kontra di kalangan jamaah NW. Ummi Hj. Siti Rauhun ZAM yang mendukung TGH. Ma’sum Ahmad dan kubunya menolak hasil Muktamar X NW karena dinilai melanggar aturan organisasi yang menganut mazhab Syafi’i, sedangkan pendukung Ummi Hj. Siti Raihanun ZAM menilai kepengurusan mereka telah sah dan tidak melanggar ajaran mazhab Syafi’i. Terjadi konflik tafsir agama tentang kepemimpinan perempuan di kedua kubu yang mengklaim sebagai kelompok mereka yang benar dan kelompok lain yang salah penyebab terjadinya konflik Nahdlatul Watahan.
Perhelatan muktamar Nahdlatun Wathan ke X di Praya Kabupaten Lombok Tengah yang dihajatkan untuk mencari solusi atas kemelut di Nahdlatun Wathan, ternyata semakin meruncing dan membuka konflik di Nahdlatun Wathan. Terpilihnya Ummi Hj. Siti Raihanun sebagai ketua PBNW di muktamar tersebut, menimbulkan kekecewaan dan penolakan hasil Muktamar X dari saudarnya Ummi Hj. Siti Rauhun yang berpihak kepada TGH. Ma’sum Ahmad dan kubunya.

Kemenangan Ummi Hj. Siti Raihanun pada Muktamar X tersbut disebabkan oleh faktor dukungan para tuan guru yaitu Mashaikhul Ma’had. para Tuan Guru yang sering mewakili Maulanasyaikh ketika berhalangan dalam mengisi kegiatan pengajian-pengajian, diantaranya TGH. Ruslan Zain Kembang Kerang, TGH. Anas Hasyri, TGH. Salehuddin, TGH. Zaini Abdul Hanan, TGH. Hilmi Najamuddin (alm.), TGH. Abdurrahim Wakul (alm.), TGH. Mahmud Yasin (alm.), TGH. Habib Tantowi (alm.), dan lain-lainnya. Para Tuan Guru ini memiliki jamaah-jamaah pengajian yang tersebar di berbagai pelosok desa di Lombok. Sehingga jumlah tuan guru yang mendukung Ummi Hj. Siti Raihanun relative lebih besar dibandingkan dengan tuan guru yang mendukung kubu Ummi Hj. Siti Rauhun diantaranya TGH. Yusuf Ma’mun, TGH. Zahid Syarif, TGH. Junaidi (pengajar Ma’had Darul Qur’an wal Hadis), TGH. Suhaimi, TGH. Abdul Hanan, TGH. Muhsin Maqbul, dan TGH. Nasrullah.
Ada tiga alasan kenapa mayoritas para tuan guru mendukung Ummi Hj. Siti Raihanun, pertama, faktor wasiat Maulanasyaih yang memanggil lima tuan guru menghadap kepadanya yaitu TGH. Ruslan Zain, TGH. Lalu Anas Hasyri, TGH. Mahmud Yasin, TGH. Zaini Abdul Hannan, dan H. M. Thahir Azhari. Maulanasyikah berpesan kepada mereka, ‘apa saja yang kamu kerjakan, musyawarahkan dulu dengan Raihanun’. Yang mengandung pesan perintah untuk mendukung Ummi Hj. Siti Raihanun sebagai pihak yang sah mengelola dan memimpin organisasi NW. Kedua, lahirnya surat kuasa dari Maulanasyaikh yang menunjuk Ummi Hj. Siti Raihanun sebagai pewaris dan pengelola seluruh aset NW. Surat kuasa ini merupakan bukti tertulis jika Ummi Hj. Siti Raihanun diberikan mandat untuk mengelola organisasi NW. Ketiga, Ummi Raihanun terpilih sebagai Ketua Umum PBNW yang sah pada Muktamar Praya 1998.

Konsekunsi para tuan guru yang berkomintmen loyal terhadap hasil Muktamar X NW di Praya adalah mereka harus berhadapan dengan kubu Ummi Hj. Siti Rauhun yang menolak hasil Muktamar. Dimana basis Ummi Hj. Siti Rauhun pihak yang kalah adalah masyarakat Pancor, akhirnya isu yang dikembangkan yaitu guru-guru yang berasal dari orang asli Pancor dianggap pihak yang terniaya akibat pemecatan yang dilakukan oleh Ummi Hj. Siti Raihanun yang menimbulkan konflik kedaerahan. Maka timbullah solidaritas kelompok, yang menimbulkan konflik antara masyarakat Pancor dengan tuan guru yang bukan berasal dari Pancor (bukan asli Pancor) yang pendukung Ummi Hj. Siti Raihanun dianggap sebagai pendatang yang menjadi biang kekisruhan di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Pancor. Apalagi posisi Ummi Hj. Siti Rauhun semakin kuat dengan adanya simpati dan empati dari masyarakat Pancor dan Kelayu. Akibatnya Ummi Hj. Siti Raihanun yang terpilih menjadi PBNW pada Muktamar X di Praya harus berhadapan dengan masyarakat Pancor yang tidak menyukai tuan guru dan tidak menyukai guru-guru madrasah yang berasl dari luar Pancor yang mendukung Ummi Hj. Siti Raihanun. Keadaan organisasi Nahdlatul Wathan menjadi buruk dan terpuruk dan terus meruncing bagai kata pepatah “malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih” tak kunjung berhenti menjadikan warga NW dan organisasi NW terbelah. Akibat dari konflik tersebut menjadi penyebab timbulnya terror meneror sampai pada kontak fisik, kekerasan-kekerasan, perusakan fasilitas dan kerusuhan hingga memakan korban di internal Nahdlatun Wathan.
Kecumburuan sosial dari tokoh masyarakat Pancor terhadap tuan guru dan elit-elit NW luar Pancor yang sukses membangun karir di NW menjadikan mereka memobilisasi massa untuk mengusir tuan guru tersebut sebagaimana perlakuan yang sama yang pernah diberikan kepada Maulanasyaikh yaitu masyarakat Pancor pernah mengusir Maunasyaikh ketika mendirikan madrasah di awal kepulangannya dari Mekah. Reaksi dari kecemburuan sosial dari masyarakat Pancor tersebut melahirkan kelompok ‘Pancor Bersatu’ merupakan bentuk perlawanan terhadap dominasi para tuan guru luar Pancor yang mendukung kepemimpinan Ummi Hj. Siti Raihanun. Meskipun muncul pro dan kontra tentang eksistensi kelompok Pancor Bersatu, namun dalam kenyataanya yang melakukan aksi kekerasan terhadap para tuan guru pendukung kepemimpinan Ummi Hj. Siti Raihanun adalah masyarakat Pancor. Ditambah lagi masyarakat Pancor bersitegang juga dengan Ummi Hj. Siti Raihanun perihal pemakaman TGH. Wiresentane supaya tidak dimakamkan di samping Maulanasyaikh dan saat PBNW Ummi Hj. Siti Raihanun menyelenggarakan Hultah NW pada 4 Oktober 1998 di Pancor masyarakat Pancor memblokir jalan dan menghentikan saluran air sehingga para jama’ah tidak bisa mandi dan mencuci pakaian.

Dari berbagai letupan tersebut, hingga akhirnya masyarakat Pancor memobilisasi massa untuk melakukan penyerangan besar-besaran pada tahun 1998 terhadap para tuan guru pendukung kepemimpinan Ummi Hj. Siti Raihanun. Adapun tokoh yang menjadi target mereka adalah TGH. Lalu Anas Hasyri, TGH. Mahmud Yasin, dan TGH. Tahir Azhary.

Isu (fitnah) yang dikembangkan untuk TGH. Lalu Anas Hasyri sebagai bentuk provokasi adalah beliau dinilai sering mendiskreditkan masyarakat Pancor di pengajian-pengajiannya. Ungkapan TGH. Hasyri membuat tersinggung dan marah masyarakat dan tokoh-tokoh dari Pancor dan difitnah mengambil uang amal jama’ah karena beliua dipercayakan Maulanasyaikh sebagai penghitung uang amal dari hasil lempar uang yang menjadi tradisi saat pengajian sehingga dijadikan sebagai target. Tepatnya pada tanggal 6 September 1998, TGH. Lalu Anas Hasyri berkunjung ke rumah H. Pihiruddin, tokoh masyarakat Pancor, bermaksud mengklarifikasi fitnah-fitnah yang muncul. Pemuda-pemuda Pancor yang mendengar informasi atas kedatangannya tersebut langsung mengepung rumah H. Pihiruddin yang terletak di sebelah selatan Masjid AtTaqwa Pancor. Ratusan massa berkumpul dan mengepung rumah dan menunggu TGH. Lalu Anas Hasyri keluar dari rumah dengan tujuan untuk menghakiminya. TGH. Lalu Anas Hasyri akhirnya apat diselamatkan oleh Kapolres Rumadi Ma’mun dari kepungan massa dengan menyamar menggunakan pakaian dan helm polisi untuk keluar dari rumah yang telah terkepung.

Massa yang sadar targetnya telah pergi akhirnya membubarkan diri pada jam 12:00 malam. Massa ternyata tidak benar-benar membubarkan diri, tetapi mereka menyusun gerakan lain untuk melanjutkan aksinya mencari TGH. Lalu Anas Hasyri ke rumahnya. Karena tidak menemukan targetnya para demonstran melempari rumahnya dengan batu sehingga atap dan kacanya rusak. Bahkan keluarga dan santri-santri TGH. Lalu Anas Hasyri menjadi pelampiasan amarah mereka, anak-anak beliau menagalami tekanan dari tragedi berdarah tersebut salah satunya adalah TGH. Lalu Ahmad Syarqawi yang saat itu masih kecil (MTs). Dari beliaulah penulis mengenal istilah tragedi “Pancor Kelabu”. Sebagai anak pertama dari pasangan TGH. Lalu Anas Hasyri dengan Ummi Hj. Masruri, TGH. Lalu Ahmad Syarqawi dan adik-adiknya akan selalu mengenang kejadian yang tidak manusiawi tersebut sebagai sebuah kejahatan, sehingga wajar beliau menyebut konflik Pancor tersebut sebagai “Pancor Kelabu” bagainya itu hal yang mencekam.

Setalah para demonstran menyerang rumah TGH. Lalu Anas Hasyri, mereka melancarkan serangan berikutnya ke Toko Mebel Hikam milik TGH. Mahmud Yasin (alm.). Toko mebel yang berlantai dua itu menjadi rusak parah dan semua isinya dikeluarkan dan dibakar di tengah jalan pada malam hari. Meskipun mengambil dan membakar barang-barang toko, namun tidak terjadi penjarahan. Aparat keamanan datang untuk mengamankan situasi dan membubarkan para demonstran.

Aksi demonstran kembali terjadi pada malam selanjutnya setelah shalat Isya’ dengan jumlah massa yang lebih besar mencapai ratusan, bahkan ribuan orang. Mereka tidak puas sebelum menemukan kedua tokoh tersebut dan mengganti targetnya ke tokoh-tokoh yang lain yang dianggap dekat dengan Ummi Hj. Siti Raihanun, yaitu TGH. Tahir Azhari, seorang pengusaha sukses dan tokoh NW. Massa menyerbu rumahnya dan berteriak memintanya untuk keluar. Karena tidak mau keluar, massa mulai melempar rumahnya dengan batu. Menghadapi situasi seperti ini, sopir TGH. Tahir Azhari berinisiatif menjemput Ummi Hj. Siti Rauhun supaya menenangkan massa yang sedang mengamuk. Kehadiran Ummi Hj. Siti Rauhun cukup berpengaruh, massa mulai tenang dan membubarkan diri setelah mendengar seruannya. Ummi Hj. Siti Rauhun menyarankan untuk mengontrol diri supaya tidak melakukan sesuatu yang buruk yang dapat merusak nama baik masyarakat Pancor.

Massa membubarkan diri setelah mendengar nasihat Ummi Hj. Siti Rauhun. Namun setelah Ummi Hj. Siti Rauhun pulang ke rumah, massa kembali lagi menyerang rumah TGH. Tahir Azhari. Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk Dandim 1615 Letkol Inf. Maryanto meminta kembali bantuan Ummi Hj. Siti Rauhun menenangkan massa menggunakan pengeras suara dari masjid. Ummi Hj. Siti Rauhun kembali memberikan saran untuk tidak melakukan tindakan penyerangan. Langkah ini sangat efektif karena emosi massa mulai terkendalikan setelah mendengar suara Ummi Hj. Siti Rauhun dari masjid. Setelah membubarkan diri dan Ummi Hj. Siti Rauhun pulang ke rumahnya, massa bergerak lagi melanjutkan aksinya. Kali ini, mereka membagi gerakan menjadi dua kelompok, kelompok pertama bergerak ke arah Timur dan kelompok kedua bergerak ke arah Utara. Kelompok pertama menyerang kembali Toko Mebel Hikam milik Tuan Guru Yasin dengan membakar habis isi toko. Sementara kelompok yang lain menyerbu Toko Hikmah milik TGH. Tahir Azhari yang menjual pakaian dan buku-buku. Massa juga menjarah barang-barang di dalam toko terutama pakaian busana Muslim. Melihat situasi yang semakin gawat, Dandim menjemput kembali Ummi Hj. Siti Rauhun untuk menenangkan massa. Ummi Hj. Siti Rauhun ditaruh di dalam kendaraan patroli yang dilengkapi dengan pengeras suara. Dalam orasinya, Ummi Hj. Siti Rauhun terus mencoba untuk menenangkan massa, namun usaha kali ini gagal karena para demonstran tidak peduli. Aksi demonstran kali ini berhenti sekitar jam 12:00 malam setelah merusak dan membakar isi toko.

Akibat dari konflik tragis tersebut, Ummi Hj. Siti Raihanun memilih hijrah dari Pancor ke lokasi baru yang bernama Anjani kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur, sekitar 15 kilometer dari Pancor, sedangkan Ummi Hj. Siti Rauhun tetap di Pancor kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur. Para pengikut setia Nahdlatul Wathan pun terbagi dalam dua kubu, sebagian ke kubu Nahdlatun Wathan yang terpusat di Pancor dan sebagian lagi ke kubu Nahdlatun Wathan yang berpusat di Anjani. Kubu Pancor di bawah otoritas Ummi Hj. Siti Rauhun dan Kubu Anjani di bawah otoritas Ummi Hj. Siti Raihanun.

Untuk mengurus lembaga pendidikan yang dihijrahkan maka pada tanggal 15 Ramadan 1419 H berteapatan dengan tanggal 26 Desember 1998 M Ummi Hj. Siti Raihanun mendirikan Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan di Kalijaga Kecamatan Aikmel Lombok Timur. Pemberian nama pondok pesantren dengan nama Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan dimaksudkan untuk mengabadikan nama besar pendiri Nahdlatul Wathan sekaligus pondok pesantren ini dihajatkan sebagai kenang-kenangan bagi Al Magfurullah Maulana Syaikh, disamping mengikuti sunnah hasanah yang dicontohkan oleh Maulanasyaikh untuk menghormati guru yang sangat dikagumi dan berjasa padanya dengan mendirikan pondok pesantren dengan nama gurunya tersebut, antara lain seperti pondok pesantren Al Hasanniyah Nahdlatul Wathan di Janggik sebagai kenangan bagi Al Magfurullah Maulana Syaikh TGKH. Hasan Muhammad Al-Mahsyard, Pondok Pesantren Al Amin NW Pajeruk untuk Al Magfurullah Maulana Syaikh Amin Al Kutbi.

Baca Juga 1.630 Lembaga Pendidikan NW Sejak Kepemimpinan Ummuna Al-Mujahidah Hj. Sitti Raihanun ZAM

Alasan lain penamaan Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan untuk mewadahi lembaga pendidikan yang dipindahkan dari Pancor sebagai akibat dari adanya konflik teragis sebagaiman diceritakan diatas, dan sebagai pusat koordniasi pengembangan dan pembanguna lembaga pedidikan NW yang berafiliasi Anjani. Salah satu lembaga pendidikan yang berafiliasi pada Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani adalah Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak yang didirikan oleh TGH. Zainul Mukhlis dan TGH. Lalu Anas Hasyri.

(Ket.: tanggal 29 Agustus 2020, catatan ini bagian dari content buku biografi TGH. Lalu Anas Hasyri yang sedang disusun penulis yang akan diterbitkan nantinya).