باب الطهارة وباب كورونا و علاقتهما فى حياة الإنسان اليوم

BAB THAHARAH (BERSUCI) DAN BAB CORONA DALAM DIMENSI KEHIDUPAN MANUSIA MODERN

Oleh: Prof. Dr. TGH  Fahrurrozi Dahlan, QH., SS., MA (Guru Besar UIN Mataram – Sekjend PB NW)

nwonline.or.id — Masih dalam suasana stay at home (berdiam diri di rumah) gara-gara wabah pandemi Corona yang unpredictable kapan berakhirnya. Suasana manusia yang secara psikologis sangat terganggu oleh gangguan dahsyat virus Corona ini yang bukan saja rakyat jelata yang cemas bahkan takut dengan wabah ini bahkan sekelas presiden Perdana Mentri bahkan Raja pun merasakan hal yang sama akibat wabah Covid-19 ini.

Nah, Lantas kita yang hidup di era modern ini bisa berbuat apa dengan virus kecil kasat mata yang mampu meluluhlantahkan kedigdayaan bahkan polah tingkah kesombongan keangkuhan manusia?

Seakan-akan Covid-19 ini sesungguhnya mengetuk hati insani yang terdalam untuk kembali ke arah fitrahnya yang suci bersih tak ternoda tak berdosa tak rakus tak zhalim kepada orang lain. Refleksi inilah yang kemudian membawa kita untuk sadar sesadarnya siapa sesungguhnya diri kita yang disebut sebagai Manusia?.

Untuk kembali ke arah kesucian diri sebagai cara yang paling tepat untuk terhindar dari wabah Covid-19 ini, Penulis Mencoba mencocokkan mencari benang merah relevansi dan hubungan yang erat antara Bab Bersuci dalam ilmu Fiqh Islam (Syariat Islam) dengan Bab Bersuci dalam menghindari Wabah Corona yang melanda manusia modern ini.

Penulis bisa berangkat dari statemen general bahwa dalam fiqh islam hampir semua kitab-kitab fiqh diawali dan dimulai dengan bab thoharah dengan berbagai argumentasi logis penyusunnya, penulis ambil contoh dari kitab-kitab fiqh mazhab Syafiiyyah mulai dari kitab dasar sampai kitab standar optimal semisal, kitab Fathul Qorib al-mujib fi syarhi al-alfazh al-Taqrib karya Syaikh Muhammad Qosim Al-Ghazzy berikutnya kitab I’anatuttholobin Karya Sayyid Abi Bakar Muhammad Syatho al-Dimyaty. Kitab Al-Muhazaab fi fiqh al-Syafii karya Abi Ishak Ibrahim Ali al-Syirazy al-Fairuzabady (393-476 h) kitab Mughni Al-muhtaj karya imam syamsuddin Muhammad bin Khatib al-Syarbiny (w. 977) kitab Tuhfatul Muhtaj bi syarhil minhaj karya syaikh Abil Abbas bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Haitamy (909-974 H) kitab Al-Siraj al Wahhaj al matni al-Minhaj karya Imam Syarafuddin bin Yahya al-Nawawi. Kitab Al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Tajriid karya Imam Abi Al-Husaini Ahmad bin Muhammad Jakfar al-Baghdady (362-428 H) kitab empat mazhab -Sampai Kitab karya Ibn Rusyd (w. 545 H) Bidayatul Mujtahid wa Nihayatil Muqtashid pun diawali dengan bab Thoharah. Ini memberikan gambaran bahwa Ibadah setinggi apapun ibadah itu tak akan sempurna jika tidak berangkat dari kesucian zahir bahkan kesucian bathin.

Pertanyaan kita kemudian adalah apa hubungan antara bab thoharah dengan bab corona dalam kehidupan kita saat ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis mengawalinya dengan teori yang dibangun oleh Syaikh Ali Ahmad al-Jurjani dalam karya ilmiahnya Hikmatuttasyri’ Wa Falsafathuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H/1994 M. Cet. I. h. 62-63. Sebagai Berikut:

واعلم أن الطهارة لها أربع مراتب: الاول: تطهير الظاهر من الأدران والأخباث
والثانى : تطهير الجوارح من آلاثام كى لا تدنس اليد بالسرقة والعين بالنظر والرجل بالسعي الى محرم وما اشبه ذلك.
والثالث: تطهير القلب من الأوصاف الذميمة
والرابع : تطهير القلب عما سوى الله تعالى وهى طهارة الأنبياء والرسل عليهم الصلاة والسلام. جعلنا الله وإياك من المتطهرين.

Ketahuilah bahwa Bersuci itu ada Empat level tingkatan:
Pertama: Pensucian Fisik secara zahir dari kotoran dan barang-barang yang busuk. Bersih badan dari kotoran bakteri. Kuman. Virus dan sejenisnya.
Kedua: Pensucian Anggota badan dari akibat noda dan dosa agar tangan tak tersentuh dosa mencuri, mata tak kena dosa zina mata, kaki tak berjalan ke hal yang diharamkan oleh Allah, dan semisalnya.
Ketiga: Pensucian Hati dari sifat-sifat Penyakit Hati yang keji dan kotor.
Keempat: Pensucian Hati dari lalai mengingat selain Allah swt. Ini pensucian para nabi dan rasul Allah swt. Semoga kita termasuk golongan orang yang suci bersih.

Berangkat dari statemen di atas, mari coba kita urai satu persatu berikut hubungannya dengan tindakan kita dalam menghadapi dan melawan virus Corona ini:
Pertama: Tathhiruzzhohir Minal adran wal akhbaats (Bersih fisik-badan dari segala jenis kotoran).
Sepertinya bab thoharah dalam kitab klasik (Kutub Turats) ini bukan hanya sekedar retorika fiqh semata tapi sesungguhnya memberikan pembelajaran bahwa hidup sehat hidup nyaman bahkan panjang umur sangat ditentukan oleh pola hidup bersih. Ibadah Mahdhoh (pokok) seperti Shalat, Haji, Puasa, merupakan rangkaian ibadah fisik yang diawali dengan kebersihan fisik (jasad).Artinya bahwa kehidupan orang yang beriman yang bertaqwa kepada Allah swt dapat dipastikan mereka hidup dalam kebersihan fisik dan jasmani. Mungkin masyarakat modern sudah melupakan esensi kebersihan fisik baik berwudhu’ (bersuci dengan pakai Air) Bertayammum (bersuci pakai debu-karena uzur) ber-Istinja’ (bersuci dari hadas kecil (kencing-berak) menggunakan batu/benda yang keras/ bisa juga tissue) sehingga manusia perlu diajarkan kembali untuk hidup bersih oleh hamba Allah yang tak dilihat mata si Covid-19 ini. Corona ini seakan-akan membuka mata hati semua manusia untuk hidup bersih dan hindari pola hidup yang kotor, kumuh, dekil dan sejenisnya.

Di sinilah terlihat jelas bagaimana relevansi bab thoharah dengan bab corona dalam menjaga kebersihan diri. kebersihan fisik. Mulai dari membasuh tangan sampai kaki seperti dalam wudhu’ dan diingatkan kembali oleh si Corona. Ternyata Virus Corona ” seolah-olah lebih ditaati” oleh insan modern saat ini ketimbang anjuran kitab-kitab fiqh.
Kedua: thathirul jawaarih minal aatsam kay laa tadnusal yadu bissariqati wal ainu binnazhari warrijlu bissa’yi ilaa muharramin wa ashbawa zalika.

Kesucian Anggota fisik secara spritual. Sesuai peruntukannya masing-masing. Tangan untuk berusaha berkarya bekerja dst. Dengan kesucian fungsi organ tubuh manusia dari segala dosa dan noda sesungguhnya dapat menangkan pikiran dari kehidupan hidonisme, kehidupan berpoya-poya, kehidupan glamour. Yang pola hidup seperti ini sangat rentan dengan penyakit strees, penyakit jiwa, penyakit fisik karena dengan tekanan jiwa bisa melemahkan imunitas tubuh sehingga virus sangat cepat menjalar ke tubuh manusia yang berdosa. Wabah Corona ini sangat mudah pergi dan hilang dari diri manusia jika manusia sadar akan hakikat dirinya sebagai manusia yang memerlukan ketenangan bathin. Corona mengajarkan manusia untuk tidak berbicara kotor berbicara yang menyinggung perasaan orang lain, Corona dengan masker kehidupan memberikan gambaran hidup dan kehidupan spiritualitas insan harus dipupuk dan ditingkatkan. Tutup mulut hidung dengan masker sebagai SOP terhindar dari penyebaran Covid-19 adalah bagian refleksi insani untuk tidak mengumbar kesombongan,kecongkakan, yang semua itu keluar dari mulut manusia. Islam dengan tuntunannya mengajarkan kita untuk terus mengasah imunitas spritualitas kita sehingga dengan demikian imunitas jasadiyah kita terfilter dengan baik dan sehat wal afiat. Terbukti dengan berbagai macam eksperimen para ahli medis dan ahli kesehatan tentang relevansi kesehatan jiwa mental dengan kesehatan fisik manusia. Kali ini si Corona kembali mengajarkan manusia untuk menjaga iman rohaninya dan imun jasmaninya.
Ketiga: Tathirul qolbi minal aushaafizzamiimah (suci hati dari segala penyakit dan sifat-sifat tercela)

Imam Ghazali dalam kitab Ihya’Ulumiddin menjelaskan tentang amraadhul qulub ( امراض القلوب) penyakit-penyakit hati. Penyakit-penyakit hati itu menurut beliau dibagi dua: Azzhohirah wa al-bathinah. Penyakit hati yang dinampakkan seperti الفتنة الشتم Fitnah, Adu domba, السمعة الرياء memamerkan kelebihan dirinya kelebihan harta bendanya memamerkan ibadahnya kepada orang lain. Juga ada yang tak nampak seperti الحسد hadad dengki iri hati.
Penyakit-penyakit ini sangat berbahaya bahkan lebih berbahaya dari sekedar Corona. Sekedar virus kecil yang tak tampak. Bisa dibayangkan manusia modern saat ini sedang dilanda wabah penyakit hati. Sombong Congkak Iri dengki sehingga terjadi permusuhan perkelahian peperangan di mana-mana karena faktor egoisme dan kecongkakan hati. Kali ini manusia lagi-lagi ditegur oleh si Corona yang imut mungil berbulu serem agar insaf diri dengan stay at home berdiam diri di rumah tak keluyuran mengurangi congah polah kesombongan di luar sana. Cukup manusia diam di rumah dalam rentang waktu 14 hari sembari berinteraksi dengan diri dan keluarga dan dengan terus mawas diri tak akan lama si corona itu pasti berakhir dan berlalu. Corona mengajarkan manusia akan hakikat berdiam diri berkhalwat bersemedi bermunajat berdialog dengan diri sendiri dalam menatapi kehidupan duniawi yang tak lama membersamai diri insani.
Keempat:Tathiirul qalbi amma siwallahi wahiya thahartul anbiya’wa rrusul. Suci hati dari selain Allah. Kesucian ini hanya pantas bagi para nabi dan rasul Allah swt.

Manusia modern tak akan mampu berpaling dari dinamika kemoderan. Justru kehidupan modern ini sering melalaikan hati dan pikiran manusia tentang makna kehidupan itu sendiri. Allah memberikan sample kehidupan spiritualitas tingkat tinggi berupa kesucian mata hati dan mata batin para nabi dan rasul. Ini bukti bahwa manusia suatu saat nanti akan memiliki dimensi kehidupan spiritualitas yang tinggi di saat unsur materi duniawi tidak pernah membuat mereka bahagia tenang tentram dan damai. Maka ketenagan jiwa manusia modern sangat ditentukan oleh kebeningan mata bathinnya dalam menyikapi kehidupan duniawi yang tak menentu. Sekali lagi Corona memberikan keinsafan spiritualitas kepada seluruh elemen manusia untuk sadar akan hakikat kehidupan yang sejati.

Empat hal inilah yang sesungguhnya menjadi pijakan kita dalam menyikapai wabah corona ini. Selama pikiran dan hati beserta tindakan kita serentak untuk melawan corona /Covid -19 ini dengan mengedepankan bab thaharah dan SOP Covid-19 insya Allah pasti badai wabah pandemi segera berlalu. Amin.
(Al-Faqier Fahrurrozi Dahlan-roziqi_iain@yahoo.co.id)