NW Online| Rabu, 16 Januari 2019 09:00
Ketahuilah bahwasanya hari rabu merupakan hari yang istimewa bagi Nabi Ya’qub AS bersama ummatnya. Sedangkan bagi kaum kafirin menganggap bahwa hari Rabu merupakan hari sial dan tidak barokah. Karena dalam sejarahnya, banyak dari kaum kafir yang dihancurkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bertepatan dengan hari Rabu. Anas bin Malik meriwayatkan:
سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن يوم الاربعاء قال يوم نحس مستمر قالوا كيف ذالك يارسول الله قال اغرق الله تعالى فيه فرعون وقومه واهلك عادا وثمود وهم قوم صالح
“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang hari Rabu, beliau bersabda: (hari Rabu) adalah hari yang buruk (kotor). Para sahabat bertanya, kenapa begitu ya Rasulullah? Beliau menjawa, Allah subhanahu wata’ala menenggelamkan Fir’aun dan pengikutnya pada hari Rabu, dan menghancurkan kaum ‘Ad (kaum Nabi Hud) dan Tsamud, mereka adalah kaumnya Nabi Shalih”.
Sedangkan bagi mu’minin, hari Rabu merupakan hari yang sangat baik untuk memulai belajar dan memulai segala kegiatan yang baik. Sebagaimana Ulama mengatakan, bahwa pada hari Rabu Allah menciptakan lautan dan sungai-sungai, dan Allah menghalalkan meminum airnya, barang siapa ingin meminum obat maka sebaiknya dilakukan pada hari Rabu.
Keberkahan dan kesempurnan akan diraih ketika muemulai mengaji ataupun mengerjakan segala kegiatan yang baik pada hari Rabu. Syaikh Burhanuddin selalu memulai belajar / pelajaran pada hari Rabu. Beliau menetapkan demikian itu dengan dalil hadits dari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan:
مامن شيء بدئ في يوم الاربعاء الا وقد تم
“Tidak ada suatu perkara yang dimulai pada hari Rabu kecuali terdapat kesempurnaan di dalamnya”.
Menyebut hari Rabu maka mengingat Majlis. Dalam organisasi Nahdlatul Wathan, hari Rabu merupakan hari dimana jamaah/warga Nahdlatu Wathan mengaji di Majlis Dakwah HAMZANWADI II yang dimana shohibul majlis adalah Cucu Tercinta Pewaris Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (Pahlawan Nasional) yakni Syaikhuna Raden Tuan Guru Bajang Kiyai Haji Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani. Beliau setiap hari Rabunya mengajak kepada kaum muslimin muslimat wabilkhusus kepada warga nahdliyyin nahdliyyat agar senantiasa mengisi hari Rabu yang penuh berkah dengan selalu berada dalam majlis dzikir / majlis ilmu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يقْعد قوم يَذكرُون اللَّه عَز وَجَل إِلاَّ حَفّتهُم الْملَائكَةُ وغشيتهم الرحْمَةُ ونزَلَت علَيْهم السكِينَةُ وذكَرهم اللَّه فِيمن عِنْدَهُ
“Tidaklah duduk suatu kaum berdzikir kepada Allah, kecuali para malaikat mengelilinginya, rahmat menyelimutinya dan turun kepada mereka ketenangan, serta Allah memujinya di hadapan makhluk yang berada di sisinya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Majelis ilmu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari para ulama rabbani. Bahkan mengadakan majelis ilmu merupakan perkara penting yang harus dilakukan oleh seorang ‘alim. Karena hal itu merupakan martabat tertinggi para ulama rabbani, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
مَاكَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِّي مِن دُونِ اللهِ وَلَكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:”Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata):”Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imran : 79).
Hal inipun dilakukan oleh Rasulullah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk menghadiri majelis ilmu. Melalui sabdanya beliau menegaskan,
إِذا مرَرتم برياض الْجَنة فَارتعوا قَالُوا وما رِياض الْجنَّة قال حلَق الذِكر
“Jika kalian melewati taman syurga maka berhentilah. Mereka bertanya,”Apakah taman syurga itu?” Beliau menjawab,”Halaqoh dzikir (majlis Ilmu).” (HR. At-Tirmidzi)
Majelis Ulama merupakan majelis yang sangat agung sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Muhammad Sahl bin Abdullah At-Tustari As-Shalih Al-Masyhur:
قال سهل : من اراد النظر الى مجلس الانبياء فلينظر الى مجالس العلماء فاعرفوا لهم ذالك
“Barang siapa yang ingin melihat majlisnya para Nabi, maka lihatlah majlisnya para ulama. Maka kenalilah mereka.”
Berbicara mengenai Majelis maka tidak lepas dari adab-adab dalam bermajelis. Perkara yang harus diperhatikan dan dilakukan agar dapat mengambil faidah dan barokah dari majelis ilmu ialah :
• Ikhlas.
Hendaklah kepergian dan duduknya seorang penuntut ilmu ke majelis ilmu, hanya karena Allah semata. Tanpa disertai riya’ dan keinginan dipuji orang lain. Seorang penuntut ilmu hendaklah bermujahadah dalam meluruskan niatnya. Oleh karena itu Shohibul Majlis Dakwah HAMZANWADI II, Syaikhuna RTGB. KH. Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani pernah berkata, “Cahaya Ilmu itu tidak jatuh kepada orang yang pintar, hebat atau berjabatan tinggi. Namun cahaya ilmu itu jatuh pada hati orang-orang yang ikhlas.”
•Bersemangat Menghadiri Majelis Ilmu.
Kesungguhan dan semangat yang tinggi dalam menghadiri majelis ilmu tanpa mengenal lelah dan kebosanan sangat diperlukan sekali. Janganlah merasa cukup dengan menghitung banyaknya. Akan tetapi hitunglah berapa besar dan banyaknya kebodohan kita. Karena kebodohan sangat banyak, sedangkan ilmu yang kita miliki hanya sedikit sekali.
• Bersegera Datang Ke Majelis Ilmu Dan Tidak Terlambat
Seseorang bila terbiasa bersegera dalam menghadiri majelis ilmu, maka akan mendapatkan faidah yang sangat banyak. Sehingga Asysya’bi ketika ditanya,“Dari mana engkau mendapatkan ilmu ini semua?”, ia menjawab,“Tidak bergantung kepada orang lain. Bepergian ke negeri-negeri dan sabar seperti sabarnya keledai, serta bersegera seperti bersegeranya elang”.
• Tenang Dan Tidak Sibuk Sendiri Dalam Majelis Ilmu.
Ini termasuk adab yang penting dalam majelis ilmu. Dalam kitab Tadzkiratul Huffaz Imam Adz Dzahabi menyampaikan kisah Ahmad bin Sinan, ketika beliau berkata,“Tidak ada seorangpun yang bercakap-cakap di majelis Abdurrahman bin Mahdi. Pena tak bersuara. Tidak ada yang bangkit. Seakan-akan di kepala mereka ada burung atau seakan-akan mereka berada dalam shalat”
• Tidak Boleh Berputus Asa.
Terkadang sebagian kita telah hadir di suatu majelis ilmu dalam waktu yang lama. Akan tetapi tidak dapat memahaminya kecuali sedikit sekali. Lalu timbul dalam diri kita perasaan putus asa dan tidak mau lagi duduk disana. Tentunya hal ini tidak boleh terjadi. Karena telah dimaklumi, bahwa akal dan kecerdasan setiap orang berbeda. Kecerdasan tersebut akan bertambah dan berkembang karena dibiasakan. Semakin sering seseorang membiasakan dirinya, maka semakin kuat dan baik kemampuannya
• Jangan Memotong Pembicaraan Guru
Termasuk adab yang harus diperhatikan dalam majelis ilmu yaitu tidak memotong pembicaraan guru. Karena hal itu termasuk adab yang jelek. Rasulullah n mengajarkan kepada kita dengan sabdanya.
ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama.” (HR. Ahmad)
• Beradab Dalam Bertanya.
Bertanya adalah kunci ilmu. Juga diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya,
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl : 43)
Oleh karena itu beberapa adab yang harus diperhatikan dalam bertanya, diantaranya:
- Bertanya perkara yang tidak diketahuinya dengan tidak bermaksud menguji.
- Tidak boleh menanyakan sesuatu yang tidak dibutuhkan, yang jawabannya dapat menyusahkan penanya atau menyebabkan kesulitan bagi kaum muslimin.
- Jangan bertanya tentang sesuatu yang telah engkau ketahui jawabannnya, untuk menunjukkan kehebatanmu dan melecehkan orang lain.
• Mengambil Akhlak Dan Budi Pekerti Gurunya.
Tujuan hadir di majelis ilmu, bukan hanya terbatas pada faidah keilmuan semata. Ada hal lain yang juga harus mendapat perhatian serius. Yaitu melihat dan mencontoh akhlak guru. Demikianlah para ulama terdahulu. Mereka menghadiri majelis ilmu, juga untuk mendapatkan akhlak dan budi pekerti seorang ‘alim. Untuk dapat mendorong mereka berbuat baik dan berakhlak mulia. Wallahu a’lam (Ibnu Rustam).
#NWOnline #NWCreativeMedia