Di tahun yang baru ini mari kita sama-sama menyongsongnya dengan penuh semangat dan optimisme semoga di tahun yang baru kita dapat meraih derajat yang tinggi di hadapan Allah SWT. Aamiin.

Dengan momentum tahun baru ini mari kita mencoba menggali sebuah nasihat dari Imam Al-Ghazali RA. yang beliau tulis dalam kitab yang berjudul “Minhajul Arifin”, yang membahas tentang sisi lain pembelajaran nahwu yang ditilik dari segi kehidupan manusia. Kehidupan manusia yang kompleks dan dinamis memerlukan kaidah-kaidah yang dapat menuntun manusia menuju jalan kebenaran, jalan keselamatan dan jalan hidayah. Dengan demikian Imam Al-Ghazali RA. memberikan kita rambu-rambu yang bisa kita gunakan untuk meraih kebenaran, keselamatan dan hidayah-Nya.

Mendengar kata “i’rob” kita teringat dengan pelajaran nahwu ( ilmu tata bahasa Arab ), dalam kitab matan jurumiyyah telah disebutkan definisinya dengan eksplisit yakni :

الاعراب هو تغيير اواخر الكلم لاختلاف العوامل الداخلة عليها لفظا او تقديرا

I’rob itu adalah perubahan akhir kata yang disebabkan oleh perbedaan pengaruh kata yang masuk baik secara lafadz ataupun ketetapan.

Itu makna secara singkat yang dipaparkan oleh Imam Shonhaji dalam kitabnya tersebut. Kemudian beliau lanjut menjelaskan bagian dari pada i’rob tersebut beserta tanda-tandanya

Dalam kaitannya dengan dimensi kehidupan, i’rob bermuara pada hati, merupakan hal yang sangat penting kita ketahui agar kita tahu hubungan kita yang sebenarnya dengan Allah apakah kita dalam keadaan :

Rafa’   = “Dlommah” Tinggi (dekat dengan Allah)

Nashob =”Fathah”  Atas (berusaha mendekat kepada Allah)

Khofad = “Kasroh” Rendah (jauh dari Allah)

Jazam   = “Sukun” Mati (lupa kepada Allah)

I’rob hati terbagi menjadi 4 bagian yaitu :

  1. Rafa’, ketika kita berdzikir mengingat Allah SWT., dengan adanya indikasi-indikasi sebagai berikut :

a. وجود الموافقة Adanya keserasian hati dengan qada’ qadar Allah SWT. yang telah ditentukannya sejak zaman azali yang tertulis dalam mega memory yang Allah namakan dengan “Lauhi al-Mahfudz” , adanya keserasian hati ini membutuhkan keikhlasan serta ketulusan dalam menerima semua qada’ dan qadar Allah SWT. secara menyeluruh. Tanpa menghilangkan semangat dalam meraih segala asa dan cita.

b. فقد المخالفة Menghilangkan semua pembangkangan, atas segala perintah Allah SWT. dan berusaha selalu sepaham dengan ketentuan-ketentuan yang telah Allah tetapkan.

c. دوام الشوق Tetap dalam kerinduan, kerinduan kepada sang ilahy robby yang menjadi pemilik kehidupan, pengatur segala hal dan penjelas semua musykilah melalui dalil hujjah Qur’an-Nya.

2. Nashob, ketika kita berusaha menyakinkan diri untuk selalu ridho atas semua hal yang telah Allah SWT. berikan. Indikasi atau tanda ketika seorang berada dalam fase ini adalah :

a. التوكل Bertawakkal, kepada Allah dalam semua usaha, kiat dan cita. Karena sudah jelas dalam Al-qur’an Allah SWT., menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

b. الصدق Jujur dalam segala aspek kehidupan merupakan indiaktor selanjutnya bagi orang yang berfase fathah ini. Kejujuran akan terlahir dari seseorang yang bersih hatinya, lurus pemikirannya dan tinggi moralnya. Kejujuran tidak diraih dengan banyaknya gelar akademik yang disandang. Karena itu semua tidak menjamin seseorang untuk berlaku jujur dalam kehidupannya.

c. اليقين Yakin terhadap apa yang dia usahkan akan berbuah kebaikan. Yakin semua hal yang ia perbuat akan diridhoi oleh Allah SWT., dan yakin dzat yang maha memenuhi harap hamba-Nya akan menyampaikan semua asa dan cita .

3. Khofad, seseorang akan menyandang khofad apabila ia sibuk dengan hal selain Allah SWT., hal yang dimaksudkan bukan mengingat Allah 24 jam dan bahkan melupakan keduniawiannya. Namun hal yang dimaksudkan adalah selalu menyertakan Allah dalam segala aspek kehidupan. Maka, orang akan menyandang gelar ini adalah orang-orang yang hatinya terbelok oleh nafsu syahwat yang menghinakan. Indikator dari fase ini ialah :

a. العجب Ujub, sifat ini merupak salah satu sifat yang menjadikan hati seseorang menjadi berkarat. Karena selalu menganggap diri paling baik. Ujub atau angkuh, lambat laun akan menjadikan manusia lupa akan kodrat kehidupannya sebagai seorang hamba yang harus taat pada robnya. Maka berhati-hatilah dengan penyakit hati yang satu ini.

b. الرياء Riya atau ingin orang lain melihat, memuji, menyanjung atas semua amal ibadah kebaikan yang telah ia kerjakan, adalah penyakit hati yang sangat kronis. Mengapa demikian.? Karena dalam suatu atsar menjelaskan bahwasanya Allah SWT., akan menyuruh orang-orang yang berlaku riya agar meminta balasan pada orang-orang yang diriya’kannya itu. Nau’dzubillah min hadzihi as-shifat.

c. الحرص Tamak pada hal yang tidak seharusnya untuk tamak. Tamak maksudnya ialah tidak pernah merasa cukup, lawanannya adalah qona’ah. Sifat ini memiliki dua sisi yang berbeda satu sama lain. Ada ketamakan yang bersifat perintah (baik) dan adapula ketamakan yang bersifat larangan (buruk). Tamak yang baik meliputi tamak ketika menuntut ilmu dan lain sebagainya. Sedangkan tamak yang tergolong buruk disini adalah tamak yang tidak mendatangkan keuntungan duniawi maupun ukhrowi bagi orang yang mengamalkannya.

4. Jazamnya hati seorang hamba adalah ketika ia lupa akan kehadiran robnya pada semua pekerjaan dan pada semua lini kehidupan. Ia lupa akan segala nikmat Allah yang diberi, lupa akan karunia Allah yang agung dan lupa bahwa ia hidup di dunia ini untuk beribadah kepada-Nya. Maka golongan orang-orang yang ini merupakan golongan orang yang “Adna” (Paling rendah). Karena ia lupa akan robnya. Agar kita terhindar dari golongan orang-orang yang lupa kepada Allah mari kita pelajari dan indahkan indikasi-indikasi penyebab terjadinya fase ini :

a. زوال حلاوة الطاعة Hilangnya kesenangan atau kenyamanan dalam beribadah. Para waliyullah itu adalah orang yang sudah mencapai derajat “halawatut thoah” senang dalam beribadah. Maka mari kita teladani dan telusuri apa amalan-amalan mereka sehingga terhindar dari hilangnya kesenangan dalam beribadah. Orang-orang yang terhempas dalam fase ini merupakan kelanjutan dari khofadnya hati. Naudzubillah… Mudah-mudahan kita termasuk orang yang diberikan halawatut thoah oleh Allah SWT.

b. عدم مرارة المعصية Hilangnya kegetiran dalam berbuat kemaksiatan. Hilangnya kenyamanan berbuat amal sholeh  menyebabkan hal yang terjadi selanjutnya adalah hilangnya kegetiran dalam berbuat kemaksiatan. Ia lupa kalau ia sedang berbuat maksiat ia lupa bahwa ia sedang mengundang murkanya Allah dan ia lupa bahwa ia menggunakan nikmat-Nya pada hal yang salah.

c. التباس الحلال Rancu dalam kehalalan, maksudnya adalah semua hal yang berkaitan dengan muamalah keduniawiannya masih salah dalam hal halal dan haram. Maka kerancuan inilah yang membawa seseorang kedalam jurang waqof hati, waqof pikiran dan waqof amal baik kepada Allah SWT., matinya hati menyebabkan kerancuan ini sehingga terjerumus dalam kerancuan dan kebingungan.

Demikianlah paparan singkat Al-faqir, menuqil dari kitab “MINHAJUL ARIFIN” , Al-Faqir akhiri dengan kalimah Alhamdulillah.

 

#Rabu_2_Muharram_1443_H

#Tahun_Baru_Semangat_Optimis!!!

#احمد شهردي رمضان