Cuplikan Buku Karamah Cinta Maulana
﴾27﴿
———————————
Kesetiaan adalah bahasa cinta. Ia ditagih ketika cinta diikrarkan. Maulana Syaikh mendekati, mencintai, menghargai muridnya sebagai anak dengan sepenuh cinta. Beliau berkata: aulady aufiya. Beliau berharap hubungan murid dan guru bukan hanya sebagai hubungan guru-murid melainkan hubungan dan ikatan cinta ayah kepada putra-putrinya. Cinta anak kepada orang tuanya.
Kesetiaan adalah konsekwensi cinta, bukan muncul sebagai rasa yang tiba-tiba. Apalagi ditakar dari sejuntai tutur manis semata. Kesetiaan adalah bahasa magis karena harus diisi dengan pengabdian. Sementara pengabdian adalah penyerahan sempurna pada kebenaran. Kebenaran tentu dikonstruksi dari syariat dan ditakar teologi sebagai keyakinan. Baiat adalah cermin dan pengikatnya.
Keyakinan adalah landasan berjuang di Nahdlatul Wathan. Ia disandingkan ikhlash, dan dilekatkan dengan istiqamah. Ketiganya diramu dalam satu wadah yakni KESETIAAN. Yakin, ikhlas dan istiqamah adalah trologi pondasi kesetiaan. Keyakinan adalah mula lalu keikhlasan menjadi lajurnya dan istiqamah menjadi lajunya.
Kesetiaan adalah kesediaan menerima perintah, keterbukaan menerima arahan, kegigihan menghindari segala larangan.
Keyakinan tentang kebenaran Nahdlatul Wathan adalah modal dasar menjadi warga Nahdlatul Wathan. Maka tidak benar menjadi warga Nahdlatul Wathan hanya mengaku dan tidak belajar banyak tentang Nahdlatul Wathan.
Trilogi perjuangan tersebut tidaklah sederhana. Hal ini karena keyakinan selalu diikuti oleh ujian. Ditempa dengan ujian. Ujian dalam maupun luar. Terutama menjadi pengurus organisasi semua wajib akan melalui ujian demi ujian. Yang paling susah adalah ujian keistiqamahan.
Kesetiaan adalah perhatian dan ketaatan. Dalam bahasa agama al-sam’u wa al-tha’atu (sami’na wa atho’na). Taat untuk mengerjakan kebenaran dan taat untuk menyingkirkan kemungkaran. Susah senang tidak jadi ukuran, disukai atau tidak disukai apalagi.
#
Ketika Maulana al-Syaikh khatam belajar di Madrasah al-Shaulatiyyah, beliau meminta setahun lagi untuk belajar pada gurunya yang bernama Maulana al-Syaikh Hasan al-Masysyath. Inilah bahasa cinta, bahasa hati.
Beliau ingin melanjutkan kedekatan cintanya kepada gurunya, namun sang Kekasih, yang tidak lain adalah gurunya justru tidak ingin. Sang guru malah tidak mengizinkannya dan bahkan bernada mengusir agar segera pulang ke Indonesia. Maulana al-Syaikh dengan berat hati harus pulang memenuhi permintaan gurunya. Memenuhi cinta pada gurunya meraih ridla guru dan hikmat Allah ta’ala.
#
Cinta ternyata bukan faal hati saja. Cinta tagihannya kesetiaan dan kesetiaan adalah pengabdian bukan semata kedekatan. Bukan semata kedekatan.
Pengabdian pada guru sekaligus pengabdian pada Nahdlatul Wathan adalah pengabdian yang didasarkan pada kebenaran.
Mari berdoa semoga kita menjadi Nahdliyyin yang sungguh cinta pada kebenaran dan mengisinya dengan pengabdian pada perjuangan.
المرأ مع من احب الى يوم القيامة
Cukuplah cinta yang menuntun bersama Maulana di surga. Mencintai Maulana dengan kesetiaan pada Nahdlatul Wathan.
#Kami_mendengar_Kami_setia []