Lanjutan cerita beliau
Tidak diketahui secara jelas, dari mana kawan-kawannya mendapat kabar tentang insiden bersejarah saat belajar itu. Kawan-kawannya di Madrasah al-Shaulatiyyah datang berkunjung kerumah (kosan)-nya. Mereka ingin mendengar cerita itu langsung dari Zainuddin dan menyaksikan ruang tempat kejadian itu terjadi. Dalam kerumunan kawan-kawannya itu, dan cerita yang seru dan garib (jarang terjadi) itu, tanpa komando, mereka membagi sisa sorban yang terbakar itu sepotong-sepotong kecil. Kawan-kawannya ingin mengambil berkat, berkah dari Zainuddin, tepatnya dari sorban itu. Soban yang diberkati dan diharap memberkahi. Potongan sorban bersejarah itu menjadi azimat bagi murid-murid Shaulatiyyah. Kelak dikemudian hari, merekalah ulama-ulama besar itu.
Maulana Syaikh memiliki kebiasaan belajar di tengah malam untuk pelajaran-pelajaran yang sulit. Ada strategi belajar beliau yang jitu terutama saat menghadapi kesulitan demi kesulitan dalam memahami bacaan dari ibarat kitab. Setiap kali beliau merasa kesulitan, beliau shalat sunnat, shalat sunnah mutlaq atau shalat sunnah hajat, lalu dibacanya lagi setelah salam. Biasanya ini memudahkan beliau, ini membuat beliau lekas paham.
Beliau bertutur bahwa beliau sering mengalami kesulitan, tidak mengetahui jawaban, tidak mengerti atau silit paham saat membaca buku atau belajar. Keadaan seperti ini disebut stuck. Beliau sering tidak mampu menemukan jawaban masalah dari kitab yang mirip teka-teki itu. Beliau baca, kemudian mengalami stuck, lalu beliau shalat sunnat. Bibaca lagi, stuck lagi, lalu shalat sunnat lagi. Terus berkali-kali sampai akhirnya pada akhir shalat yang kesekian kali itu beliau menemukan jawaban atau maksud dari ibarat kitab itu.
Pernah suatu waktu saat sekian kali isti’anah (memohon bantuan Allah) dengan sabar dan shalat saat belajar itu, teka-teki kitab itu terpecahkan. Kali ini usahanya memahami makna kitab itu berhasil. Dalam suasana senang dapat membongkar kerumitan makna ibarat (tulisan) kitab itu – setelah sekian kali shalat sunnah – beliau selebrasi atau merayakan keberhasilannya itu. Beliau sepontan menganggukkan kepalanya secara kuat. Duuk!!! . . . kepala beliau terbentur tembok dan beliau meringis kesakitan. Aduh…gemoq (benjol). Cerita ini beliau tuturkan dengan riang. Kerap, mengenang masa belajarnya dahulu. Cara belajar giat yang bertemali dengan ibadah, kesungguhan dan keshalehan.
Sumber: Buku Kedua Trilogi Cinta Maulana “Keagungan Pribadi Sang Pencinta, Maulana”