NWONLINE.OR.ID – CATATAN PENELITIAN
Prof. Dr. TGH. Fahrurrozi Dahlan, QH., MA

Kehadiran Alumni Shaulatiyyah di bagian tengah Nusantara diterima secara luas dengan penciri transimisi Sunni vis a vis Wahabi, sejak di Makkah. Para alumni Shaulatiyah sebenarnya mengalami urban-pressure metropolitan Makkah namun ramah terhadap problem khilafiyah lintas pemikiran Islam. Alumni Shaulatiyah adalah Tuan Guru. Mereka berada di poros tengah Indonesia (Lombok) dalam bentangan nusantara. Mereka konsisten bergerak mengabdi, mengajarkan faham sunni moderat melalui kegiatan edukasi sejak pra-kemerdekaan.

Tokoh dan pemeran utama gerakan Shaulatiyyah adalah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Gerakan edukasi ala Shaulatiyah pertama kali berlabel Nahdlatul Wathan Diniyah Islamijah (NWDI) dengan resistensi tinggi. Bentuk resistensi yang paling dikenang adalah pengusiran TGKH Muhammad Zainuddin. Gerakan edukasi NWDI menjadi model utama gerakan dari generasi ke generasi di NTB. Kepulangannya semacam infiltrasi revolusioner yang “membimbangkan” para tuan guru saat itu. Infiltrasi Shaulatiah adalah gerakan revolusioner pelembagaan ajaran agama Islam dengan gaya kepemimpinan paternalistik-kolegial. Arus besar kepulangan pelajar Shaulatiyah pasca Maulana TGKH Muhamamad Zainuddin sekitar 1985-an. Tercatat TGH.Lalu Anas Hasyri, TGH.Yusuf Ma’mun, TGH.Salehudin, TGH. Nasir Abdul Manan, TGH. Zaini Abdul Hanan, dan lainnya.

Aksi dan kontribusi harakah alumni Shaulatiyah adalah (1) Menjadi pejuang kemerdekaan. Muncul trio bersaudara tokoh pahlawan yakni TGH. Faishal Abdul Madjid, TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid, TGH.Rifai Abdul Madjid. Timbul gerakan perjuangan, heroic movement atau Nahdlatul Mujahidin. (2) Membangun sekolah dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Konteks ini bisa disebut gerakan etis-edukatif (Nahdlah al-Madrasasiyyah). (3) membangun pesantren “open-close”. (4) Menggiatkan ta’lim ke daerah pelosok, berupa Majlis Ta’lim, Majlis Dakwah, Pengajian, PHBI. Peran alumni adalah Islamic Community Developer dalam wujud khidmah ijtimaiyah. (5) Kaderisasi; yakni pengiriman santri ke Jawa dan luar negeri utamanya ke Shaulatiyah Makkah, sebagian ke Yaman dan Sudan. (6) Membangun dan menguatkan thariqah. Muncul Thariqah akhir zaman bernama Thariqah Hizib Nahdlatul Wathan. Lahirlah spiritual movement ala-Lombok. (7) Melibatkan diri di birokrasi dan akademisi Perguruan Tinggi. Sebut saja pelibatan itu sebagai academic-policy engagement, pelibatan aktif dalam politik berciri akademis. Kiprah akbar yang tak terbantahkan adalah gerakan organisasi (nahdlah jam’iyyah) bernama organisasi Nahdlatul Wathan.

Baca juga:

Keistimewaan Menjadi Thullab/Tholibat Ma’had

Ijtihad dan mujahadah para alumni Shaulatiyah adalah gerakan sistematis-modern berbasis sekolah-pesantren. Ummat Islam Lombok secara berangsur menerima secara baik alumni Shaulatiyah karena konten keagamaan yang diajarkan selaras dengan ajaran tuan guru sebelumnya yakni mengajarkan mazhab ASWAJA terutama konten Fiqh Syafi’i, Tasawwuf dan Thariqah Mu’tabarah. Para alumni Shaulatiyah dalam mengajar dan memimpin berbaur dengan masyarakat yang heterogen lintas-organisasi. Dalam konteks Sasak disebut nginein, leading-outstanding. Keterbukaan dan kepedulian sosial (baca Sasak: jamak-jamak) merupakan modal keberterimaan mereka di masyarakat. Modal ilmu perbandingan mazhab dan interaksi multi ras multi negara merupakan modal imersi mereka dalam meretas perbedaan. Model resepsi masyarakat bervariasi berdasarkan area tak terelakkan. Tuan Guru Shaulatiyah adalah Ulama Aswaja yang jamak (terbiasa) belajar perbedaan dan tahu bagaimana berada dalam keragaman serta nyaman dan mengamankan keyakinan dalam kultur Sasak. []