NW Online | Rabu, 23 Januari 2019 07:50

Kita hidup di zaman sekarang yang serba mudah dan canggih dengan teknologi. Bahasa sekarang adalah zaman now (zaman milenial). Islam pula telah berkembang pesat ke seluruh penjuru dunia. Tak lagi sulit dalam mempelajari Islam dan mencari-cari majelis ilmu hingga menempuh perjalanan jauh. Tidak seperti saat zaman Nabi Muhammad saw, orang-orang yang hendak mempelajari Islam kala itu mendatangi beliau, tidak peduli harus menempuh perjalanan yang jauh lagi sulit dengan berjalan kaki maupun menunggang unta atau kuda. Kini, ulama telah banyak dan majelis ilmu bertebaran dimana-dimana.

Namun di tengah “kemudahan” saat ini, semakin dimudahkan pula dengan adanya media sosial sebagai media penyebaran segala bentuk informasi tak terkecuali da’wah Islamiyah. Orang-orang menjadi mudah mengakses video da’wah dimana dan kapan saja dari seorang ustadz, kiyai, tuan guru atau ulama-ulama melalui berbagai media semisal youtube, live instagram dan lain sebagainya tanpa harus mendatangi majelis ilmu secara langsung.

Tentu bentuk positif dari kemudahan ini dimaksudkan agar da’wah Islamiyah, majelis ilmu yang disiarkan secara streaming tersebut bisa menjangkau orang lebih luas dan leluasa dalam mengakses ilmu agama. Tetapi, apakah dapat dibenarkan jika seseorang kemudian berpikir daripada susah payah menghadiri majelis ilmu, cukuplah baginya melihat dan mengakses melalui media-media tersebut. Atau seperti di kalangan remaja saat ini dikenal istilah “mager” (malas gerak), lebih memilih cukup dengan mengaksesnya tanpa harus mendatangi majelis ilmu secara langsung.

Dalam hadits Arbain an-Nawawiyah, hadits yang ke-36. Rasulullah saw menyebutkan mengenai keutamaan mendatangi majelis ilmu :

عن أبي هريرة. قال: قال رسول الله ﷺ :…… ومن سلك طرِيقا يلتمس فيه علما، سهَل الله له به طريقا إِلىٰ الجنَة. وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله، يتلون كتاب الله، ويتدارسونه بينهم، إِلَا نزلت عليهم السَكينة، وغشيتهم الرَحمة وحفَتهم الملائِكة، وذكرهم الله فيمن عنده. ومن بطأ به عمله، لم يسرِع به نسبه. (رواه المسلم)

Dari Abu Hurairah, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “…… Dan barangsiapa menempuh satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. Tidaklah satu kaum pun yang berkumpul di dalam satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), mereka membaca dan mempelajari kitab Allah, kecuali ketenangan akan turun kepada mereka, rahmat akan meliputi mereka, malaikat akan mengelilingi mereka, dan Allah menyebut mereka kepada para malaikat di sisiNya. Barangsiapa amalnya perbuatannya kurang sempurna, tidak akan bias dimpurnakan dengan kemuliaan nasabnya.” (HR. Muslim)

Hadits ini menjelaskan bahwa orang yang mendatangi majelis ilmu akan Allah mudahkan jalan menuju surga, mendapatkan ketenangan, senantiasa diliputi oleh rahmat dan dikelilingi malaikat—disebutkan bahwa malaikat ridla dan mendoakan orang tersebut, sementara kita ketahui bahwa malaikat adalah makhluk yang paling taat dan doanya diijabah oleh Allah.

Karena ilmu merupakan jalan menuju surga, maka ilmu mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Karena itu, orang-orang yang berilmu menempati kedudukan derajat yang tinggi di sisi Allah subhanahu wata’ala.

Esensi dari keberkahan ilmu itu adalah belajar dengan talaqqi (belajar lansung kepada ahlinya/guru). Maka seseorang akan benar-benar dikatakan sebagai orang yang alim jika syarat-syarat dalam menuntut ilmu telah terpenuhi dan pernah melewati waktu-waktu belajar menuntut ilmu lansung kepada guru, ustadz, tuan guru atau kepada para masyaikh yang sanad keilmuannya sampai kepada para ulama hingga sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Al-Maghfurlah Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Al-Anfanany Al-Masyhur melalui nasyidnya mengatakan,

“Satuwijati tao’ ta beguru ngaji                        

Sa’ bedoe silsilah ilmu sampai Nabi

Mara’ Maulana Bapak Kiyai Hamzanwadi

Guru dan ilmunya bersambung sampai Nabi”

Dalam kitab ta’limul muta’allim fasal tentang Memuliakan Ilmu Beserta Ahlinya dikatakan,

وكان استاذنا الشيخ الامام سديد الدين الشيراني، يقول : قال مشايخنا : من اراد ان يكون ابنه عالما فينبغي ان يراعي الغرباء من الفقهاء ويكرمهم ويعظمهم ويعطيهم شيئا. فان لم يكن ابنه عالما يكون حافده عالما.

“Guru kami, Asy-Syaikh Al-Imam Sadiduddin Syairazi berkata: Guru-guruku berkata: “Barang siapa yang menginginkan anaknya menjadi alim, maka seyogyanya ia menjaga, memuliakan, menghormati dan memberi segala sesuatu kepada mereka yang pergi untuk belajar (mondok). Jika anaknya tidak menjadi orang alim, maka cucunya Insya Allah akan menjadi orang alim.”

Terlampau banyak keutamaan menghadiri majelis ilmu, selain kita akan menuai pahala yang besar darinya. Di dalamnya melimpah manfaat dan keberkahan yang tentu hanya bisa kita dapatkan jika kita menghadirinya—menjemputnya. Sehingga pada intinya adalah dirasa tidak tepat jika dicukupkan mengakses majelis ilmu melalui media tanpa mendatanginya. Wallahu a’lam bis shawab (Ibnu Rustam)