NW Online| Jum’at, 18 Januari 2019 02:30
Oleh: Dr. TGH. Fahrurrozi Dahlan, QH.,MA
Kalau Nanda Memang Setia
Pasti Selalu Siap Siaga
Membantu Ayahanda Membela Agama
di Bulan Bintang Bersinar Lima
(Wasiat Renungan Masa pengalaman Baru Bait no. 162)
Bintang, Bulan, Matahari, tiga benda angkasa yang paling disenangi manusia, paling sering disebut, paling menjadi sorotan, karena ketiganya bercahaya,. Karena ketiganya indah dan karena ketiganya menerangi dunia, karena tidak ada yang menyukai kegelapan.
Beberapa versi pengamat sejarah mengatakan bahwa sebenarnya asal muasal lambang bulan bintang berasal dari lambang khilafah Islamiyah terakhir yang dimiliki umat Islam, yaitu Khilafah Turki Utsmani. Khilafah ini adalah warisan terakhir kejayaan umat Islam. Memiliki luas wilayah yang membentang dari ujung barat sampai ujung timur dunia. Wilayahnya mencakup tiga benua besar dunia, Afrika-Eropa dan Asia. Ibukotanya adalah kota yang sejak 1400 tahun yang lalu telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW sebagai kota yang akan jatuh ke tangan umat Islam. Rasulullah bersabda, “Qonstantinopel akan kalian bebaskan. Pasukan yang mampu membebaskannya adalah pasukan yang sangat kuat. Dan panglima yang membebaskannya adalah panglima yang sangat kuat..” Berabad-abad lamanya umat Islam memimpikan realisasi kabar gembira Rasulullah itu. Namun sejak zaman Khilafah Rasyidah, Khilafah Bani Umayah hingga Khilafah Bani Abbasiyah, kabar gembira itu tidak pernah juga terealisasi. Memang sebagian Eropa sudah jatuh ke tangan Islam, yaitu wilayah Spanyol dengan kota-kotanya antara lain: Cordova, Seville, Granda dan seterusnya. Namun jantung Eropa belum pernah jatuh secara serius ke tangan Islam. Barulah ketika Sultan Muhammad II yang lebih dikenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih menjadi panglima, jatuhlah kota yang pernah menjadi ibu kota Eropa itu. Lewat pertempuran yang sangat dahsyat dengan menggunakan senjata paling modern di kala itu, yaitu CANON atau meriam yang sangat besar dan suaranya memekakkan telinga, Muhammad Al-Fatih berhasil menjatuhkan kota konstantinopel itu dan menjadikannya sebagai ibu kota Khilafah Turki Utsmani. Serta menjadikannya pusat peradaban Islam. Wilayahnya adalah tiga benua dengan semua peradaban yang ada di dalamnya. Saat itu bulan sabit digunakan untuk melambangkan posisi tiga benua itu. Ujung yang satu menunjukkan benua Asia yang ada di Timur, ujung lainnya mewakili Afrika yang ada di bagian lain dan di tengahnya adalah Benua Eropa. Sedangkan lambang bintang menunjukkan posisi ibu kota yang kemudian diberi nama Istambul yang bermakna: Kota Islam. Bendera bulan sabit ini adalah bendera resmi umat Islam saat itu, karena seluruh wilayah dunia Islam berada di bahwa satu naungan khilafah Islamiyah. Tidak seperti sekarang ini yang terpecah-pecah menjadi sekian ratus negara yang berdiri sendiri hasil dari jajahan barat. Wajar kalau lambang itu begitu melekat di hati umat dari ujung barat Maroko sampai ujung Timur Marauke. Inilah lambang yang pernah dimiliki oleh umat Islam secara bersama, bulan dan bintang. Dan lambang ini kemudian seolah menjadi lambang resmi umat Islam dan selalu muncul di kubah-kubah masjid. Dan kalau kita perhatikan, nyaris hampir semua kubah masjid di berbagai belahan dunia punya lambang ini.
FILOSOFIS BINTANG
Bintang (visioning dan master leader), memberi makna kejelasan mata angin. Jajaran genjang adalah gugus bintang yang menunjukkan arah Selatan kepada para pelaut pembelah samudra. Sebelah kiri selatan adalah Timur, sebelah kanan adalah Barat, dan Utara adalah lawan dari selatan. Artinya pemimpin tahu arah masa depan dan mampu menegaskan visi dan misi menuju ke mana rakyat dibawanya.
FILOSOFIS BULAN
Bulan (team building leader), memberikan makna harmoni, menumbuhkan kerukunan dan kerjasama, memberikan ketentraman bathin, ketenangan dan keindahan paripurna.
Sedikit belajar dari filosofi bulan, bulan itu berlubang, jelek, dan permukaannya tidak rata. Makanya kalau dipuji wajahmu seperti bulan, tapi tahukah anda bahwa bulan yang covernya tidak rata, banyak lubang-lubangnya, namun ia tetap tulus menyinari malam dan setia menjadi teman bagi yang sedang gundah gulana. Jelek memang api setelah ia temani, masihkah kau mau bilang kalau bulan itu jelek? Setelah ia sinari malam dengan cahaya lembutnya, masihkah kamu mempertanyakan akan keindahannya? itulah bulan. Walau berlubang walau bentuknya tak bagus dan tak mulus, dan sekarang tidak ada yang mengumpamakan wajah bagaikan bulan setelah tahu kalau bulan itu tidak rata, namun ia tetap menyinari tanpa diminta. Ia tetap menjadi teman setia kita bulan bukan memberikan cahaya tapi menyalurkan cahaya dari matahari, sama seharusnya seperti kita manusia semua sama, cuman bagaimana kita bisa menyampaikan anugerah cahaya dari Ilahi yang diberikan pada kita untuk disalurkan pada sesama.
Rembulan di langit hatiku menyalalah engkau selalu Temani kemana mesti ku pergi mencari tempat kita tuju Kan ku jaga nyalamu selalu, pelita perjalananku Kan ku jaga nyalamu selalu, rembulan di langit hatiku Rembulan di langit hatiku teguhlah engkau pandu aku Ingatkanlah ku bila tersalah menuju tempat kita tuju Doakanlah ku di shalat malammu rembulan di langit hatiku Doakanlah ku di shalat malammu pelita perjalananku.
NW: AGUNG, INDAH DAN MULIA
Matahari (enabling leader), matahari adalah sifat pemimpin yang memberi transparansi, energi hidup dan penerangan, memberikan pencerahan dan kecerdasan hidup, memberdayakan atau memberikan pemberdayaan. Matahari terbit di timur dan tenggelam di barat yang berarti aksiomatik, simbol keteraturan dan ketegasan tanpa ragu.
Udara (soulmate leader), udara ada di mana-mana seperti halnya kepemimpinan harus selalu dapat dirasakan keberadaannya. Tidak ada hampa udara. Bila pemimpin berkelana rakyat kesepian dan mencarinya. Rasa vakum kepemimpinan menumbuhkan rasa gundah gulana. Kehadirannya kembali mengisi kekosongan dan kerinduan.
Air (democratic leader), air harus menjadi pedoman bertindak adil bagi seorang pemimpin. Air selalu waterpas, tidak miring ke kiri atau ke kanan, artinya tidak ada “anak tiri” atau “anak mas” bagi sang pemimpin, emansipatif. Air juga member kehidupan yang adil.
Samudera (creative, wise and decisive leader), samudera adalah ketangguhan seorang pemimpin. Tidak surut bila ditimba dan tidak meluap bila diguyur. Artinya seorang pemimpin tidak akan habis kemampuannya memberikan petunjuk dan terus menerus kreatif. Tidak pula seorang pemimpin tidak meluap marah menghadapi pertanyaan dan persoalan rakyatnya. Tidak ada keluhan bahwa dia menjadi jenuh pikiran. Namun samudera bias juga bergelora menjaga martabat: sedumuk bathuk senyari bumi, pecahing dhadha wutuhing ludiro, sun labuhi taker pati (bila dahi dicoreng, menginjak sejengkal tanahku dinodai, pecahnya dadatumpahnya darah, aku bela, nyawa taruhannya).
Bumi (prosperity leader-tahta untuk rakyat). Bumi adalah symbol ketiadaan dendam, senantiasa pemaaf. Betapapun diinjak-injak, dibumihangus, ditumbuk, dia tetap menumbuhkan dan memberi penghidupan dan kemakmuran (Dewi Sri tumbuh di bumi disemai oleh air). Bumi mengabdi, “tahta untuk rakyat” dimana kepemimpinan modern menyebutnya sebagai servant leader. Api (justice and lawful leader). Pemimpin harus seperti api, mampu menghukum yang salah tanpa pandang bulu. Sekaligus berarti pemimpin jangan bermain api. Wallahu a’lam bis shawab
#NWOnline #NWCreativeMedia