Empat untaian bait-bait di atas mencakup tentang kondisi sosial, budaya, prilaku dan konteks literasi masyarakat Sasak yang sangat terbelakang dan belum familiar bacaan-bacaan syair ilmu tajwid era era penjajahan maupun era kemerdekaan. Maka Maulanassyaikh mencoba terobosan baru dengan mendekatkan santri dan masyarakat dalam ingatan nasyid yang tak akan dilupakan oleh masyarakat sepanjang zaman.
Pertama: Anjuran mempelajari ilmu tajwid yang soheh.
Nasyid ini ingin menjelaskan tentang tradisi masyarakat Sasak yang belum fasih membaca al-Quran. Membaca Quran masih sesuai selera lisan masyarakat Sasak yang tak sesuai dengan ilmu tajwid.
Maulanassyaikh mencoba meneropong itu dengan mengawalinya dengan anjuran yang sifatnya menekan namun cara halus atau mungkin sambil bersenandung yang secara tak langsung mereka sadari akan pentingnya mempelajari ilmu tajwid. Maulanassyaikh responsif dengan konteks sosio masyarakat Sasak.
KEDUA: MEMBACA AL-QURAN BACAAN JIBRILLA BUKAN BERMAIN GILA.
Potret masyarakat Sasak kala itu membaca al-quran dengan tanpa kontrol dan etika membaca al-Quran. Maulanassyih mengajarkan adab dan tata krama membaca al-quran. Agar keberkahan dan kemuliaan al-quran tercurahkan untuk si pembaca al-Quran.
KETIGA: JARANG PANDAI BACA AL-QURAN KEBANYAKAN ASYIK TIDAK KERUAN
Bait ini menerangkan EMPAT karakter masyarakat kala itu yang mungkin masih ada kesesuaian dengan kondisi saat ini:
Pertama: Karakter Jarang Pandai Membaca Quran
Kedua: Karakter asyik tak keruan
Ketiga: Malu berguru
Keempat: Takut teguran.
Empat karakter ini adalah potret masyarakat masa lalu yang terus dirubah dan dididik oleh Maulanassyaikh yang saat ini pelan tapi pasti terjadi perubahan di tengah masyarakat.
KEEMPAT: ANJURAN MENUNTUT ILMU DALAM SETIAP RUANG DAN WAKTU.
Pesan edukasi maulanassyaikh yang termuat dalam bait syair terakhir ini:
Tiga pesan penting dalam mengatasi kondisi zaman modern ini:
Pertama: Panggilan keakraban dan kekeluargaan Maulanassyaikh terhadap masyarakat Sasak. Ayo hai saudara ayo hai saudari. Sebuah ungkapan keakraban dan kebersamaan yang tak ada sekat dan
Kedua: Tak boleh berhenti belajar dan mengajar dalam kondisi apapun.
Sebuah anjuran yang sangat edukatif dalam upaya terus menggaungkan kecemerlangan akal dan spritual dalam semua kondisi dan situasi. Maulanassyaikh memang luar biasa dan istimewa (meminjam dawuh pujian kehormatan dari Abuya Sayyid Muhammad Alawi Abbas al-Maliki Al-hasani kepada Maulanassyaikh TGKH. M. ZAM)
Baca juga:
“IKHLAS” Penentu Diterimanya Amal
Ketiga: JANGAN BERMEGAH KESANA KE MARI.
Antisipasi zaman yang edan dan tak bersahabat, perlu penegasan agar para generasi muda tak tergerus arus zaman. Jauh-jauh hari Maulanassyaikh bersenandung dengan pesan edukasi dan persuasi melalui penggalan ungkapan jangan bermegah kesana kemari-dalam makna yang sangat universal. Jangan sombong, jangan angkuh, jangan lalai, jangan zalim, jangan ingkar, jangan sok bertingkah, norak, dll. Pesan itu multimakna yang sesuai realita.
Keempat: Orientasi Futuristik.
Keselamatan dan kebahagiaan di akhir nanti menjadi sesuatu yang final untuk diperhatikan dan diperjuangkan.
Pesan keselamatan di belakang hari nanti adalah sebagai simbol menuju sukses dunia akhirat.
Puncak dari semua sumbu keberhasilan dan keberuntungan masa depan itulah:
Rajin berguru pada ahlinya
Rajin berguru pada ahlinya
Rajin berguru pada ahlinya
Rajin berguru pada ahlinya.
Bait sela-sela bait yang paling diingat oleh santri dan masyarakat adalah bait syair itu yang menjelaskan posisi guru yang terhormat dan terberkah dalam menggali ilmu agama pada watak dan karakternya yang melekat.
Profesional dan akuntabel adalah ciri guru yang Ahli pada bidangnya.
Itulah sebabnya Maulanassyaikh mengungkapkan senandung:
RAJIN BERGURU PADA AHLINYA.
(MAKNA YANG SANGAT UNIVERSAL DAN KOMPREHENSIF UNTUK DITELAAH DAN DIAMALKAN)
BERSAMBUNG….. KE BAGIAN KEEMPAT:
SEMOGA BERMANFAAT UNTUK SEMUA MASYARAKAT DAN UMMAT.