Kedua: Dedikasi terhadap Bangsa dan Negara

Konsep Maulanassyaikh tentang Negara dan Bela Negara sudah final, terlihat dari ungkapan-ungkapan tertulis Maulanassyaikh dalam bait-bait syair- lagu yang disusun sendiri oleh beliau: Nahdlatul Wathan setia, Nahdlatul Banat sedia, Ngurasang batur si’ pidem, Nde’ ne ngase leat kelem 2x. Bangsaku pacu beguru, Bangsaku ndak te bemudi. Pete sangu jelo mudi 2x. (Anak negeri bersungguhlah, spanjang malam berjagalah, Negeriku, ruhku tebusan, dari setiap kesesatan). Coba perhatikan redaksi dari lagu-lagu yang dikarang oleh Maulanassyaikh ini, betapa besar dan kuatnya komitment kebangsaan beliau, betapa gigihnya beliau terhadap Agama Nusa dan Bangsa.

وَطَنِى  رُوْحِيْ  فَدَاءٌ  لَكِ مِنْ كُلِّ الضَّلَال

انْتِ رَمْزُ الْإِتِّحَادِ ا نْدُوْنِيْسِــيَ يَــا إِتِّحَـــادِ  سَاسَكْ إِنْدُوْنِيْسِيَا الَى الْأَمَامْ سِرْ لَاتُبَـالِى لَكِ الْفِدَايَا إِتِّحَادِى

Indonesia, Engkau simbol persatuan, Persatuan, Sasak Indonesia,  Maju terus jangan hiraukan  Engkau perisai persatuan

Sebagai bukti dedikasi dan pengabdian Maulanassyaikh terhadap kemajuan bangsa dan negera, terlihat dalam komitmen dan peneguhan prinsip beliau dalam membela negara, sebagaimana tercantum dalam lagu Kami Benihan NW (Generasi Penerus NW): Kami benihan Nahdlatul Wathan yang setia, Mengorbankan jiwa membela Nusa dan Bangsa, Agar umat seluruh bersatu raga, Marilah kita hindarkan pengaruhnya setan durhaka, Teguhkan hati janganlah mundur, Walau setapak kaki….
 Kata  Mengorbankan jiwa membela Nusa dan Bangsa,membuktikan betapa kuatnya komitmetment kebangsaan yang dikembangkan oleh Maulanassyaikh kepada murid-murid beliau dan warga Nahdhiyiin-Nahdhiyyat, kaum muslimin-muslimat. Ini sekali lagi pemikiran kebangsaan dan keindonesian Maulanassyaikh sudah final.

Lebih tegas lagi Maulanassyaikh mempertegas kebangsaan beliau dengan menyebut Pancasila sebagai dasar negara. Dengan demikian, NW mempertegas identitas kebangsaannya dengan menyatakan Pancasila sebagai dasar negara sekaligus mempertegas bahwa Indonesia adalah NKRI yang tidak mengenal negara khilafah, darul islam dan sejenisnya.  Perhatikan dengan seksama ungkapan Maulanassyaikh dalam lagu Mars Nahdlatul Wathan sebagai berikut:  Mars Nahdlatul Wathan, Nahdlatul Wathan lembaga kita, Lembaga pendidikan ilmu agama, Mendidik putra dan putri kita, Agar menjadi insan yang bertaqwa, Pancasila dasar negara kita, Ketuhanan adalah sila yang utama, Mengabdi kepada negara dan bangsa, Dengan iman tertanam dalam dada, Marilah kita tetap berjuang menuju cita-cita, Mencapai negara yang adil dan makmur, Dengan keridlaan yang maha esa, Nahdlatul Wathan tetap dalam pengabdiannya, Ikut membina umat beragama, Sebagai ummat yang beragama, Harus menjadi tauladan yang mulia, Ikut serta membina keutuhan bangsa, Utuh jasmani serta rohaninya. (Lagu Karya Maulanassyaikh, 1982).

Ketegasan Maulanassyaikh tentan Pancasila sebagai dasar negera, juga dijelaskan lansung melalui lisan mulia beliau dalam sebuah pengajian di Mushalla Al-Abrar tahun 1982, sebagai berikut: Agama dan bangsa merupakan satu kesatuan yang tidak dapat kita pisah-pisahkan. Di dalam Agama kita ada Undang-undang kita berupa al-Qur’an dan al-Hadis yang kemudian dijelaskan oleh ijma’ atau konsensus Ulama yang ahli di bidangnya masing-masing kemudian jika tidak ditemukan hukum dalam al-Qur’an maupun al-Hadis maka digunakanlah hukum Qiyas (Analogi Hukum) sebagai produk ijtihad para ulama. Nah, Kalau seandainya kita misalkan, (agen ante pade becat paham maksudke jelasang antepade-agar kalian semua cepat memahaminya), Negara kita Indonesia ini, agamante (Agama Kita Islam), tentu Indonesia punya dasar negara yang menjadi pemersatu bangsa, itulah Pancasila- anggep wah Pancasila ino Al-Qur’an)-anggap saja Pancasila itu “laksana” al-Quran. Al-Quran penjelasan Allah secara global dan umum, Seperti Pancasila yang hanya lima sila saja aturan umum negara. Karena keumuman Pancasila dibuatkanlah UUD 1945 sebagai penerjemahan dan penjelasan terhadap keumuman Pancasila tersebut, persis seperti Al-Quran yang dijelaskan oleh al-Hadis, yang kemudian dijabarkan dalam Ijma’-ijtihad para ulama. UUD 45 pun masih sangat umum, maka diperlukan legislasi berupa peraturan-peraturan perundang -undangan, atau peraturan pemerintah, sebagai penjelasan konkrit dari Pancasila dan UUD 45. (Dokumen pribadi, Kaset Rekaman Pengajian Maulanassyaikh).

Sosok Maulanassyaikh sungguh sangat berani memberikan penjelasan tentang konsep Negara yang seolah-olah menyamakan dengan konsep dasar Agama Islam; Al-Qur’an dan al-Hadis. Ini menunjukkan betapa tegasnya Maulanassyaikh terhadap konsep bernegara dan berbanga.

Ketiga:Kiprah dalam dunia Politik dan kemanusiaan.

Pemikiran politik Kebangsaan Maulanassyaikh sesungguh sudah digelorakan saat penjajahan Belanda maupun Jepang. Sebagai bukti sejarah kita lihat periodenisasi pergerakan politik kebangsaan yang dimulai dari:

  1. Pergerakan Sosial-keagamaan Pra-Kemerdekaan RI (1936-1945)

Membuka pesantren al-Mujahidin, 1934 M, pesantren al-Mujahidin awalnya adalah sebuah musalla yang didirikan oleh ayahnya, Tuan Guru Haji Abdul Madjid sebelum ia pulang ke Lombok. Sedianya mushalla ini akan dijadikan sebagai tempat mengajarkan agama seperti layaknya tuan guru-tuan guru pada umumnya saat itu.

Gerakan Perjuangan Kemerdekaan Gerakan al-Mujahidin.

Mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyyah (NWDI) 17 Agustus 1936 M Izin dari Pemerintah Belanda, pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 M/22 Agustus 1937 M (NWDI) diresmikan. Mendirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyyah Islamiyyah (NBDI) 15 Rabi’ul Akhir 1362 H/ 21 April 1943 M. Pergerakan keagamaan NWDI menyebar ke seluruh wilayah Lombok sehingga dalam rentang waktu 1937-1945 telah berdiri sembilan buah  cabang madrasah NWDI.
Gerakan dua madrasah tersebut membuktikan bahwa pergerakan tanah air dimulai dari pengkaderan di madrasah yang diorientasikan menjadi anjum nahdlatul wathan, bintang-bintang pejuang Nahdltul Wathan dan hasil dari kaderisasi tersebut terbukti dengan menyebarnya para alumni di seluruh pelosok desa yang kemudian bergerak di wilayah masing-masing sesuai dengan bakat dan kemampuan mereka. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat madarasah NWDI-NBDI tersebar di mana-mana.

Maulanassyaikh tercatat sebagai pelopor kemerdekaan tercatat sebagai inovator pendidikan modern di NTB.Tercatat sebagai abul madaris wal masaajid ribuan sekolah madrasah dan masjid yang didirikannya NTB Khususnya Lombok disebut pulau seribu masjid dan seribu pesantren dan Santren. Beliau tercatat sebagai Pengembang Sosial, Pemberantas buta aksara, Pengembang  Pertanian, Penurun angka kematian bayi, dan ibu melahirkan melului KB.Tercatat sebagai pelestari budaya masyarakat.Ini saja sudah cukup untuk sebuah nilai Kepahlawanan untuk beliau.
Masuknya Belanda untuk menjajah Pulau Lombok, juga menjadi perhatian Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sekaligus menentukan sikapnya terhadap penjajahan secara umum. Sikap itu juga banyak bertumpu pada pengalaman hidupnya sendiri yang mengalami masa penjajahan tersebut, baik oleh Belanda, Jepang, maupun NICA. Bagi Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid, penjajahan, bagaimana pun bentuknya adalah eksploitasi manusia atas manusia yang lain. Ini menghalangi seseorang untuk hidup secara bebas dan merdeka. Padahal diakui bahwa kebebasan dan kemerdekaan merupakan modal dasar yang sangat penting bagi pengembangan dan pembangunan masyarakat. Atas dasar asumsi ini, penjajahan merupakan sesuatu yang sangat ditentangnya.

Sebagai bentuk penentangan Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid  terhadap penjajahan, Maulanassyaikh menempuh berbagai macam cara. Pertama, mengerahkan anggota keluarga dan murid- murid Maulanassyaikh untuk maju berperang secara fisik melawan kekuasaan kolonial di Pulau Lombok. Dua di antaranya saudaranya (TGH. Muhammad Faisal dan TGH. Ahmad Rifa’i). TGH. Muhammad Faisal  dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Selaparang yang berlokasi di jantung Kota Selong, ibu kota Kabupaten Lombok Timur. Bahkan lokasi Taman Makam Pahlawan tersebut tidak lain adalah tanah miliknya sendiri yang dihibahkan kepada negara untuk mengenang jasa pahlawan bangsa. Kedua, menolak permintaan Belanda dan Jepang yang menginginkan agar dirinya menjadi penasehat kolonial di Lombok. Walau tidak secara tegas melarang berkuasanya pemerintahan kolonial, namun Maulanassyaikh memberikan alternatif yang sebenarnya secara substansial tidak menghendaki adanya penjajahan. Maulanassyaikh mensyaratkan keadilan dan kebijaksanaan terhadap rakyat sebagai syarat bagi “pemerintahan” Hindia Belanda dan Jepang. Namun demikian, pandangan ini sepertinya bersifat diplomatis belaka, dan tidak merupakan sikapnya yang sebenarnya. Ini terbukti dalam beberapa karangannya, seperti Hizib Nahdlatul Wathan, ia mengecam penjajah dan orang-orang yang bergabung atau menjadi alat penjajah. Mereka yang disebut terakhir dinamainya dengan pengkhianat bangsa, negara, dan agama. Ketiga, mengajak keluarga, murid, dan jama’ah Nahdlatul Wathan untuk membentengi diri dengan doa agar terpelihara dari kebiadaban penjajah dan agar madrasah-madrasah Nahdlatul Wathan tetap membaca Hizib Nahdlatul Wathan. (Mohamad Nor, dkk, Visi Kebangsaan, h.45-50).

Ini tak bisa dinapikan pendidikan politik untuk masyarakat tdk dilepaskan dengan keterlibatan politik Nahdlatul Wathan yang dirintis sejak 1934 NWDI 1942 NBDI dan NW 1953.Artinya dengan ada ini masyarakat melek politik melek budaya dan melek secara intelektual.
Dalam kata pengantar yang ditulisnya pada Hizib Nahdlatul Wathan disebutkan :

Hizib Nahdlatul al-Wathan mendengung di dunia Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah di Pulau Selaparang (Lombok) ini, yaitu mulai dari sejak beberapa bulan pendaratan tentara Jepang (Nipon) di Pulau Jawa dengan ganasnya yang mengakibatkan bahwa madrasah–madrasah (sekolah–sekolah agama) di seluruh kepulauan Indonesia lebih daripada enam puluh persen (60%) gulung tikar atau digulung langsung oleh Jepang atau oleh kaki tangan Jepang (pengkhianat nusa, bangsa, tanah air, dan agama) setelah berdirinya Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (madrasah untuk kaum hawa) pada 21 April 1943 M, disusun pula Hizib Nahdlatul Banat yang didengungkan pagi sore oleh kaum pelajar Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah dan pelajar Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah sudah sedia setiap saat dengan hizib mereka yang mengandung beberapa ayat Allah, beberapa hadits Rasulullah, dan beberapa asma Allah. Maka dengan limpah pertolongan Rab al-âlamîn dengan berkah asrar (rahasia–pen) kedua hizib yang diwiridkan (diamalkan) pagi sore itu, kedua madrasah tersebut selamat (terpelihara) daripada keganasan ancaman Jepang dan ancaman kaki tangan Jepang, sekalipun berkali–kali mereka datang di Pancor (madrasah) bemaksud menutup (membubarkan) madrasah Walikin yadullâh fauqa aidîhim.

Selanjutnya selamat pulalah keduanya daripada kekejaman ancaman NICA akibat penyerbuan guru–guru Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyah serta beberapa murid–muridnya pada kubu pertahanan NICA di Selong, yang membawa bukti Sabil (syahidnya) saudara kandung kami Al-Ustaz Al-Hajj Muhammad Faisal Abdul Madjid yang menjelmakan taman bahagia (maksudnya: Taman Makam Pahlawan) di Selong.

Cara pandangnya terhadap penjajahan (Kolonialisme) hampir sama dengan cara pandang masyarakat di Asia. Menurutnya, penjajahan sekalipun merupakan eksplolitasi politik, ia juga merupakan penjajahan agama. Karena dalam tindak-tanduknya, penjajah selalu berusaha untuk mematikan suasana keberagamaan yang hidup di tengah masyarakat, di samping adanya perbedaan agama antara bangsa penjajah dengan bangsa terjajah.

Keempat, dengan mendirikan madrasah (sekolah) yang bertujuan untuk membekali murid–muridnya dengan kecakapan–kecakapan ilmiah yang memungkinkannya untuk menumbuhkan daya pikir dan nalar. Hal ini memiliki arti penting dalam konteks perlawan terhadap penjajahan. Biasanya persoalan yang banyak mendorong penjajah dengan mudah memasuki suatu wilayah untuk dijadikan sebagai daerah jajahan karena masyarakat yang mendiami wilayah tersebut memang lemah di bidang pendidikan.

Di antara madrasah atau Pondok Pesantren yang ada di Pulau Lombok, Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah merupakan satu–satunya Pondok Pesantren yang semenjak dini mengajarkan baca tulis dengan ejaan latin, di samping ejaan Arab. Bahkan termasuk Pondok Pesantren yang paling awal memasukkan ilmu–ilmu umum, seperti berhitung, sebagai salah satu mata pelajaran.

Dengan demikian target yang ingin dicapai dari proses pendidikan yang dilakukan adalah agar murid–muridnya memiliki kecerdasan dan memiliki bekal ilmu, baik agama maupun umum, sebagai bahan untuk memerdekakan diri dari kungkungan kebodohan menuju pembebasan dari kungkungan penjajahan. Pemikiran ini jelas sangat ideal, untuk tidak mengatakan terlampau ideal dengan konteks masyarakat dan kondisi Pulau Lombok pada saat itu. Pemikiran ini memiliki daya jangkau ke depan yang sangat jauh, lebih dari sekedar bagaimana membebaskan diri dari belenggu kolonialisme.

Atas dasar pemikiran inilah kemudian ia menilai Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah sebagai kenang–kenangan yang sangat berharga untuk pulau Lombok. Keberhargaan ini bukan saja disebabkan karena tujuannya untuk masa depan, tetapi juga karena didirikan oleh masyarakat Lombok sendiri. Ini berarti bahwa semenjak awal masyarakat Lombok memiliki kesadaran yang cukup tinggi pada upaya–upaya membebaskan diri dari penjajahan kolonial dan kungkungan kebodohan. Ia merekam hal ini dalam beberapa bait syairnya :Aduh sayang!Nahdlatul Wathan pusakamu sendiri, Dilahirkan Tuhan di Lombok ini, Ciptaan Sasak Selaparang Asli, Wajib dibela sampai akhirati. Aduh sayang! Pelitia NTB bertambah terangnya, Karena NW lahir padanya, Berpartisipasi dengan megahnya, Membela Agama Nusa Dan Bangsa.

B). Pergerakan Sosial-keagamaan Revolusi Kemerdekaan (1945-1949)

Perjalanan NWDI-NBDI dalam perjuangan mempertahankan eksistensi diri sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan sangatlah berat, di mana penjajahan Belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia, maka konsekuensinya adalah seluruh kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh anak bangsa dipertaruhkan untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam konteks ini NWDI-NBDI dan seluruh jajarannya mengambil bagian untuk membela tanah air dan membela jati diri bangsa dan agama dari tangan penjajah.
Sejarah menceritakan bagaimana para murid-murid awal NWDI berjuang mati-matian membela tanah air demi mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan tebusan jiwa dan raga. Pendiri NBDI-NWDI dan NW tampil kepermukaan untuk memimpin pertempuran melawan penjajahan yang ingin mempertahankan jajahannya di bumi pertiwi, sehingga tebusan untuk membela negara tersebut, adik kandung TGKH.M.Zainuddin AM menjadi saksi atas perjuangan mereka dalam konteks mempertahankan kemerdekaan, para syuhada’ yang merupakan penerus dan pelanjut NWDI antara lain, TGH. Muhammad Faishal AM, Sayyid Saleh dan Abdullah, menjadi saksi sejarah betapa berat dan kerasnya perjuangan Pendiri NWDI, NBDI, dan NW mempertahankan kedaulatan RI dari tangan penjajah.

C). Pergerakan Sosial-keagamaan pada Era Orde Lama (1949-1965).

NW sebagai sebuah organisasi Islam yang lahir di Bumi Selaparang, membuktikan dirinya sebagai organisasi yang tetap konsistent dalam prinsip dan responsif terhadap perkembangan zaman, maka NW selalu dapat menyesuaikan diri dengan era di mana NW itu berada. Keberadaan NW di Orde Baru, jelas terjadi pasang surut atau terjadi dinamika di dalamnya, tapi secara umum NW tetap eksis mempertahankan dirinya sebagai organisasi yang bergerak dalam ranah pendidikan, sosial dan dakwah, meskipun era orde lama, stabilitas politik dalam negeri masih  kurang kondusif, tapi peluang itu bisa ditangkap oleh Pendiri NW ini untuk memanfaatkan sebaik mungkin guna mempertahankan eksistensi NW dan berikut perjuangannya dalam bidang sosial keagamaan. Tidak sedikit keberhasilan yang diraih oleh NW pada era ini dalam hal memajukan pendidikan, mensejahterakan rakyat melalui lembaga-lembaga sosial yang dibina oleh NW.

D). Pergerakan Sosial-Keagamaan pada era Orde Baru (1966-1997)

Peralihan orde lama ke orde baru sangat memberikan corak terhadap pergerakan organisasi Nahdlatul Wathan. Dengan bertambah usianya NW secara tidak lansung lebih matang dalam mengembang amanat umat dan lebih siap untuk berkonpetisi dengan organisasi-organisasi yang lain. Era Orde Baru bagi NW dapat dikatakan sebagai era yang paling banyak melahirkan lembaga-lembaga pendidikan, sosial, dakwah dan budaya, karena memang orde baru secara priodenisasi sangat lama sekitar 32 tahun. Yang pasti di era ini NW telah banyak memberikan sumbangan pembangunan untuk NTB dan Indonesia dalam segala bidang, baik bidang pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan, pariwisata dan budaya. 

Tiga hal inilah menurut pembacaan penulis sebagai alasan akademis dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Tulisan ini terkandung maksud untuk menjadi refleksi Hultah NWDI 83 di Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW di Anjani sekaligus menjadi pembelajaran yang sangat penting dan bersejarah yang kemudian kita para pelanjut misi  NW dapat belajar banyak dari segala aspek pemikiran dan perjuangan Maulassyaikh TGKH.M.Zainuddin AM. Semangat Patriotisme, Semangat perjuangan, Semangat pendidikan, semangat pengabdian, dan semangat pergerakan kemadrasahan dan keummatan sepenuhnya tercukupi dalam diri Maulanassyaikh yang harus terus menjadi role model SDM menuju kesempurnaan perjuangan keummatan dan kebangsaan.
Selamat membaca semoga tambah barokah keilmuan kita berkat mengenang jasa guru besar kita Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid, serta sami’na wa atho’na terhadap pimpinan Organisasi NW, PB NW Ummuna Al-Mujahidah al-Barrah al-Nasikah Hj.Sitti Raehanun Zainuddin Abdul Madjid serta Raden Tuan Guru Bajang KH.Lalu Gede M.Zainuddin Atsani, Sang Kyai Hamzanwadi II). Sekali lagi Selamat HULTAH NWDI KE-83 semoga NWDI Daiman Abadan. Amin.

Dari Murid yang mengharap berkah gurunya-Abu Ahmadu Robbi Roziqi-Fahrurrozi Dahlan).