NW Online | Jum’at, 25 Januari 2019 06:00

Sabar dan syukur adalah dua hal yang menjadi kunci kebahagiaan seseorang. Umumnya kesabaran seseorang diuji saat ia menghadapi masalah atau mengalami musibah. Mampukah ia mewujudkan kesabaran dalam dirinya? Begitu juga dengan syukur. Saat seseorang dikaruniai kenikmatan oleh Allah Subhanahu wa ta’la, mampukah ia mensyukurinya? Atau malah terlena dalam kesenangannya?

Al-‘Allamah As-Sayyid Ahmad bin As-Sayyid Muhammad Ad-Dardiri, dalam satu bait sya’ir beliau di dalam kitabnya Matan Al-Kharidatul Bahiyyah fi ‘Ilmit Tauhid mengataka,

وكن على الائه شكورا   #   وكن على بلائه صبورا

Lantara mana lebih penting antara bersyukur dan bersabar?

Ada perbedaan pendapat:

  • Satu pendapat mengatakan bahwa bersyukur itu lebih utama dari pada bersabar. Karena Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan orang yang mau bersyukur sebagai orang pilihan (akhashshul khawas). Dimana seorang yang bersyukur berarti telah berusaha sekuat tenaga dengan hati, lisan, dan segenap anggota tubuhnya untuk menyadari dan berterimakasih kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas nikmat yang telah dikaruniakan. Selain itu Allah Subhanahu wa ta’ala memujinya dalam Al-Qur’an:

انه كان عبدا شكورا

“Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra’: 3)

  • Menurut pendapat yang lain bersabar lebih utama dari pada bersyukur. Karena kepayahan yang dirasakan lebih besar, sehingga pahala dan derajatnya lebih besar pula. Allah Subhanahu wa ta’ala memuji orang-orang yang bersabar dalam firman-Nya:

انا وجدناه صابرا نعم العبد انه اواب

“Sesungguhnya kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-Nya).” (QS. Shad: 44)

Wallahu a’lamu bis shawab. (Ibnu Rustam)

#NWOnline #NWCreativeMedia